sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

80% RKUHP masih warisan kolonial

Memaksakan RKUP untuk segera disahkan bisa dianggap berbahaya bagi Presiden Jokowi.

Syamsul Anwar Kh
Syamsul Anwar Kh Kamis, 08 Feb 2018 15:10 WIB
80% RKUHP masih warisan kolonial

Rapat tim perumus rancangan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dan tim sinkronisasi telah menyepakati sejumlah hal pada Selasa 5 Februari lalu. Selanjutnya, RKUHP akan memasuki tahap pembahasan di tingkat Panitia Kerja (Panja).

Direktur pelaksana Institute for Criminal Justice Reform atau ICJR, Erasmus Napitupulu menilai keseluruhan RKUHP masih banyak menyisakan masalah. Pihaknya mencatat, sejumlah ketentuan seperti makar, masih belum diperbaiki. Selanjutnya, persoalan aborsi yang membahayakan korban pemerkosaan juga belum mendapatkan pengecualian. Lalu isu lain soal penggunaan pidana dalam kasus penghinaan.

“Kalau masalah banyak banget, rancangan sekarang ini kalau kita kalkulasikan 80% struktur dan akarnya masih punya Belanda,” terang Erasmus saat berbincang dengan Alinea, Kamis (8/2).

 

 

Karena itu, ICJR berharap pemerintah mengkaji ulang RKUHP dengan membuka partisipasi lembaga lain seperti Lapas, Kemenkes, dan BKKBN. Lapas misalnya, berkepentingan sebagai ujung dari pemidanaan. Sedangkan Kemenkes dan BKKBN, berkepentingan terkait isu aborsi, kontrasepsi, serta zina.

“Bagi kami masih banyak pekerjaan pemerintah. Jadi kita kasih rekomendasi jangan disahkan dulu,” urainya.

ICJR mengingatkan, akan berbahaya bagi Presiden joko Widodo jika RKUHP dipaksakan untuk segera disahkan. Pemerintah bisa dianggap otoriter lantaran sejumlah pasal kontroversial justru dibiarkan.

“Pasal kolonial itu masih ada disana, penghinaan masih dihidupkan lagi. Itu dulu penghinaan raja. Dijadikan delik umum. Itu kan bahaya,” tandasnya.

Sponsored
Berita Lainnya
×
tekid