Bahas utang negara, legislator Demokrat singgung SILPA hingga imbal hasil investasi

"Makin besar SILPA yang tersisa ... berarti makin besar juga uang hasil pinjaman yang tidak kita pakai dan ini adalah uang yang berbunga."

Legislator Demokrat menyinggung SILPA hingga imbal hasil (yield) investasi saat membahas utang negara bersama Kemenkeu. Dokumentasi DPR

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) diminta tegas kepada instansi yang tidak optimal melakukan penyerapan anggaran sehingga menimbulkan sisa lebih pembiayaan anggaran (SILPA). Hal tersebut pun berdampak terhadap utang mengingat uang itu berasal dari pinjaman.

Anggota Komisi XI DPR, Marwan Cik Asan, lalu mencontohkannya dengan data beberapa tahun terakhir. SILPA 2020 mencapai 245 triliun, SILAP 2201 sebesar 84,9 triliun, dan SILPA 2022 senilai Rp111 triliun.

"Ini uang sisa yang tidak terpakai. Padahal, sejatinya uang ini kita peroleh dari pembiayaan artinya dari utang. Nah, ini tentu tidak di pure Bapak, tentu yang belanja juga harus dimarahin karena kenapa sudah hutangin, kok, enggak belanja?" ucapnya saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Kemenkeu di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Selasa (13/6).

"Tetapi, ini bagian dari evaluasi kita. Makin besar SILPA yang tersisa dari APBN kita, berarti makin besar juga uang hasil pinjaman yang tidak kita pakai dan ini adalah uang yang berbunga," sambungnya, menukil situs web DPR.

Selain itu, Marwan juga menyoroti imbal hasil investasi (yield) yang turut memengaruhi besaran utang negara. Menurutnya, imbal hasil investasi di Indonesia tergolong tinggi dibandingkan negara-negara Asia Tenggara.