Anggaran nihil, bus listrik di Surabaya dan Bandung terancam mangkrak

Ini ironis karena pemerintah justru mengalokasikan insentif Rp12,3 triliun untuk pembelian sepeda motor, mobil, dan bus listrik.

Operasional 25 bus listrik bekas KTT G20 di Surabaya dan Bandung terancam mangkrak karena anggarannya nihil. Dokumentasi MTI

Pemanfaatan bus listrik di Kota Surabaya, Jawa Timur (Jatim), dan Kota Bandung, Jawa Barat (Jabar), sebagai angkutan umum berpotensi mangkrak. Pangkalnya, hanya beroperasi sementara dan belum digunakan lagi.

Diketahui, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya memanfaatkan 17 bus listrik bekas KTT G20 untuk menambah armada Trans Semanggi Suroboyo sejak Desember 2022, tetapi hanya beroperasi 2 pekan lantaran tidak ada anggaran. Pun demikian dengan pemanfaatan 8 bus listrik bekas KTT G20 untuk Pemkot Bandung sebagai Trans Metro Pasundan.

"Sungguh ironis. Hanya untuk mengoperasikan 25 armada bus listrik di Surabaya dan Bandung, pemerintah tidak memiliki anggaran," ujarnya Wakil Ketua Bidang Penguatan dan Pengembangan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno, dalam keterangannya, Senin (26/6).

Menurutnya, ini berbeda dengan sikap pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang menggelontorkan insentif Rp12,3 triliun pada 2023-2024. Uang perangsang tersebut untuk pembelian 800.000 motor listrik (Rp5,6 triliun), 143.449 mobil listrik (Rp6,5 triliun), 552 bus listrik (Rp192 miliar).

Djoko berpendapat, buruknya koordinasi di internal pemerintah pusat mengancam kelanjutan operasional bus listrik di Bandung dan Surabaya. "Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mestinya dapat mengalihkan sebagian anggaran insentif kendaraan listrik dari Kementerian Perindustrian ke Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk menghindari mangkrak."