Eksportir porang minta pemerintah bangun ekosistem bisnis porang dalam negeri

Tanaman umbi-umbian dari spesies Amorphophallus Muelleri ini sedang diupayakan menjadi komoditas unggulan.

Direktur PT Sanindo Porang Berkah Dhian Rahadian. Foto YouTube Alinea ID

Direktur PT Sanindo Porang Berkah Dhian Rahadian, bercerita awal mula saat menjadi eksportir porang yang dimulai sejak 1972. Di awal usahanya, menurut Dhian, dahulu masyarakat Indonesia masih sulit untuk diajak menanam porang, namun seiring waktu, terjadi peningkatan minat yang bermula pada 1998 hingga 1999.

“Awal 1998 sampai 1999 itu, orang China berbondong-bondong cari porang Indonesia. Saat itu harganya masih sekitar Rp3.000 hingga Rp4.000 per kilogram (kg), tetapi lama-lama harganya jadi naik,” jelas Dhian Rahadian dalam diskusi daring oleh Alinea.id bertajuk “Strategi Menembus Pasar Ekspor Porang Ke China” pada Rabu (28/9).

Sejak 2005, harga porang mulai merangkak naik menjadi dua kali lipat. Ini membuat perusahaan yang dipimpin Dhian merasa keberatan dengan biaya beli umbi porang yang berkisar Rp8000 hingga Rp10.000 per kg. Padahal, pihaknya sudah telanjur menandatangani kontrak sejumlah perusahaan yang membutuhkan porang.

“Pada 2005 itu, harga mulai kacau naiknya, sedangkan kita sudah tanda tangan kontrak untuk penuhi suplai porang,” katanya.

Usai ditelusuri, Dhian menyebutkan benang merah yang membuat harga porang naik adalah permainan harga yang dilakukan oleh pengepul porang dari petani ke pengekspor. Padahal, diketahui harga pokok produksi (HPP) porang saat itu sekitar Rp3000 per kg.