sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Eksportir porang minta pemerintah bangun ekosistem bisnis porang dalam negeri

Tanaman umbi-umbian dari spesies Amorphophallus Muelleri ini sedang diupayakan menjadi komoditas unggulan.

Erlinda Puspita Wardani
Erlinda Puspita Wardani Rabu, 28 Sep 2022 20:50 WIB
Eksportir porang minta pemerintah bangun ekosistem bisnis porang dalam negeri

Direktur PT Sanindo Porang Berkah Dhian Rahadian, bercerita awal mula saat menjadi eksportir porang yang dimulai sejak 1972. Di awal usahanya, menurut Dhian, dahulu masyarakat Indonesia masih sulit untuk diajak menanam porang, namun seiring waktu, terjadi peningkatan minat yang bermula pada 1998 hingga 1999.

“Awal 1998 sampai 1999 itu, orang China berbondong-bondong cari porang Indonesia. Saat itu harganya masih sekitar Rp3.000 hingga Rp4.000 per kilogram (kg), tetapi lama-lama harganya jadi naik,” jelas Dhian Rahadian dalam diskusi daring oleh Alinea.id bertajuk “Strategi Menembus Pasar Ekspor Porang Ke China” pada Rabu (28/9).

Sejak 2005, harga porang mulai merangkak naik menjadi dua kali lipat. Ini membuat perusahaan yang dipimpin Dhian merasa keberatan dengan biaya beli umbi porang yang berkisar Rp8000 hingga Rp10.000 per kg. Padahal, pihaknya sudah telanjur menandatangani kontrak sejumlah perusahaan yang membutuhkan porang.

“Pada 2005 itu, harga mulai kacau naiknya, sedangkan kita sudah tanda tangan kontrak untuk penuhi suplai porang,” katanya.

Usai ditelusuri, Dhian menyebutkan benang merah yang membuat harga porang naik adalah permainan harga yang dilakukan oleh pengepul porang dari petani ke pengekspor. Padahal, diketahui harga pokok produksi (HPP) porang saat itu sekitar Rp3000 per kg.

Dhian mengaku kalah bersaing dalam membeli raw material sebagai pelaku ekspor porang baru. Ini yang menjadi cikal bakal PT Sanindo Porang memutuskan untuk mempersiapkan porang dari hulu ke hilir.

“Kami memutuskan kerja sama kemitraan dengan petani dan kebunnya. Dalam perjalanannya ada skim perbankan melalui kredit usaha rakyat (KUR) yang dimulai 2020. Diperkirakan panen porang dari kemitraan ini pada 2023,” tambahnya.

Dhian menuturkan, pengepul berani menaikkan harga porang karena China sangat membutuhkan porang dalam industrinya,, baik untuk pangan maupun kecantikan. Tetapi karena ada bencana alam yang mengganggu hasil panen, sedangkan kebutuhan industri terhadap porang yang harus dipenuhi, membuat China harus membeli porang dari negara mana saja dengan harga berapa pun, termasuk membeli porang dari Indonesia walau harganya tinggi.

Sponsored

Atas pengalaman tersebut, Dhian pun berharap pemerintah bisa membangun ekosistem bisnis porang. Tanaman umbi-umbian dari spesies Amorphophallus muelleri ini sedang diupayakan menjadi komoditas unggulan. Karena memiliki peminat dari luar negeri yang tinggi. Selain China sebagai negara tujuan ekspor terbesar, ada juga Thailand, Vietnam, Australia hingga Eropa.

“Saya harap pemerintah membangun ekosistem bisnis porang ini dengan HPP petani harus di atas margin, tetapi jangan terlalu tinggi juga harganya di industri, nanti tidak terserap. Jadi petani dapat untung, industri juga punya kemampuan menyerap,” lanjut Dhian.

Setelah kebijakan larangan ekspor porang dari Indonesia ke China dibuka pada 28 November 2021, Dhian menyebutkan pihaknya telah kembali melakukan ekspor perdana pada 2 Agustus 2022 lalu. Menurutnya, China saat ini hanya menerima porang dalam bentuk serpih atau chips. Sedangkan tepung porang Indonesia tidak diterima di pasar China.

“Perusahaan kami mayoritas tepung, tapi karena China hanya terima chips. Jadi kami kirim chips saja. Karena kalau China serap tepung, harganya sudah beda lagi,” pungkas Dhian. 

Berita Lainnya
×
tekid