Indef: Kenaikan PPN tidak memberikan manfaat bagi pemerintah

Apabila terjadi kenaikan harga barang seperti saat pandemi ini, maka akan menyulitkan daya beli.

Ekonomi Indef, Ahmad Heri Firdaus dalam diskusi virtual, Selasa (11/05/2021). Foto tangkapan layar.

Pemerintah berencana menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tahun depan, dengan tujuan mengejar target pajak pada 2022.

Menanggapi hal itu, peneliti Center of Industry, Trade, and Investment (CITI) Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus mengatakan, kenaikan PPN ini akan meningkatkan biaya produksi dan konsumsi. Apabila terjadi kenaikan harga barang seperti saat pandemi ini, maka akan menyulitkan daya beli.

"Daya beli melemah, permintaan barang dan jasa akan turun. Ini akan berdampak di sektor usaha, sektor usaha akan menurunkan utilisasi dan penjualannya, sehingga akan berdampak pada penyerapan tenaga kerja," kata Heri, dalam diskusi virtual Indef, Selasa (11/5).

Dia melanjutkan, apabila penyerapan tenaga kerja turun, pendapatan akan menurun dan konsumsi menurun, sehingga akan menghambat pemulihan ekonomi dan membuat pendapatan negara tidak optimal. 

Heri membuat skenario kenaikan PPN 12,5%. Dari skenario tersebut, kenaikan PPN akan memberikan dampak ke makro ekonomi, seperti turunnya upah nominal 5,86% karena penyerapan tenaga kerja dikurangi. Selain itu, kenaikan PPN akan membuat konsumsi dan pendapatan masyarakat turun, dan menyebabkan terjadinya deflasi.