Jurus fintech berkembang di era digital

Perkembangan teknologi dan perluasan akses terhadapnya adalah kunci.

Pengendara ojek daring menggelar aksi konvoi sebagai sosialisasi layanan aplikasi UangTeman di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (18/10)./ Antara Foto

Mulanya adalah ketidaksabaran. Seorang nasabah Amerika, Donald Wetzel kerap menggerutu ketika harus antre mengambil uang di teller bank Dallas. Pada 1960-an, antre yang mengular di depan teller adalah pemandangan jamak di Amerika. Sebab, orang-orang perlu mencairkan uang untuk transaksi belanja di toko yang tak mau menerima cek. Lantaran ketidaksabaran itulah, Wetzel menggandeng dua temannya, Barnez dan George Chastain, masing-masing ahli listrik dan mekanik untuk membuat Automatic Teller Machine (ATM).

Penemuan ATM disebut-sebut Bernardo Nicoletti sebagai tonggak penting perkembangan financial technology (fintech). Dalam bukunya bertajuk ”The Future of Fintech: Integrating Finance and Technology in Financial Services” (2017), Nicoletti menyebut penemuan itu sebagai revolusi fintech 1.0. Untuk pertama kali, orang tak perlu repot berdesakan di bank untuk mengambil uang mereka.

Sejak itu, fintech terus berkembang pesat dan menyebar ke seantero Amerika dan Eropa. Apalagi, saat internet dan electronic commerce seperti internet banking dan situs pialang saham daring menjamur di era 1990-an. Kehadiran ponsel pintar satu dekade berselang, semakin menggenapkan perkembangan fintech di era 3.0.

Di Indonesia sendiri, perkembangan fintech menurut Direktur Marketing dan Pengembangan Komunitas Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) Tasa Nugraza Barley, dinilai masih sangat baru, yaitu sekitar dua sampai tiga tahun lalu. Meski belum lama, ia optimistis, ke depannya industri fintech akan terus berkembang.

"Behaviour konsumen kita berubah, dan teknologi semakin canggih, sehingga aktivitas konsumen sekarang cenderung menjadi everything with their smartphone," jelasnya.