Kala membakar rokok lebih penting dari kebutuhan pokok

Cukai rokok efektif tekan kenaikan jumlah perokok termasuk anak-anak.

Ilustrasi Alinea.id/Firgie Saputra.

Pukul 06.00, Paiman memulai harinya dengan menyesap kopi hitam Kapal Api ditemani satu hingga dua batang rokok. Rutinitas ini telah berjalan setidaknya sejak tiga dekade lalu dan seingatnya tak pernah terlewat sekalipun, meski pandemi Covid-19 datang. Bedanya, sebelum pagebluk laki-laki 54 tahun itu merokok Dji Sam Soe Kretek, sedang saat ini dirinya beralih mengisap rokok tingwe (linting dewe).

Harga rokok tingwe atau melinting sendiri yang jauh lebih murah menjadi alasan mengapa dia beralih dari rokok pabrikan. “Enggak ada duitnya buat beli (rokok-red) yang biasa,” katanya, saat berbincang dengan Alinea.id, melalui sambungan telepon, Minggu (24/10).

Bagaimana tidak, untuk satu hari warga Purworejo itu harus merogoh kocek sekitar Rp18.000 demi mendapatkan satu bungkus rokok Dji Sam Soe Kretek. Dengan demikian, dalam waktu satu bulan dirinya harus menganggarkan dana sedikitnya Rp540.000. Sementara jika merokok tingwe dia hanya mengeluarkan uang tidak lebih dari Rp200.000 per bulan. 

Ayah delapan anak itu bilang, merokok tingwe adalah satu-satunya jalan alternatif yang harus diambilnya saat pekerjaannya kian sepi karena pandemi. Di saat yang sama, dia juga tak bisa menghentikan kebiasaan merokoknya dengan mudah. Karena baginya, rokok bukan lagi candu, melainkan sudah menjadi bagian hidup.

Ngerokok dari SD. Sempat pingin berhenti karena waktu itu batuk lama enggak sembuh-sembuh. Tapi enggak bisa,” ujar dia.