Kementan antisipasi perubahan iklim

Tanaman cabai sensitif terhadap kelebihan ataupun kekurangan air.

Lahan budi daya cabai di Kabupaten Sanggau, Kalbar. Dokumentasi Ditjen Hortikultura

Kementerian Pertanian (Kementan) mengantisipasi terjadinya perubahan iklim karena berdampak terhadap produktivitas tanaman. Kemarau panjang, misalnya, mengakibatkan ketersediaan air berkurang serta meningkatkan dan mengubah pola perilaku hama.

"Pemerintah harus hadir dan bergerak cepat dalam mengatasi dampak dari perubahan iklim ekstrem. Dalam mengembangkan strategi DPI (dampak perubahan iklim), terdapat tiga hal penting, yaitu antisipasi, adaptasi, dan mitigasi," kata Direktur Jenderal Hortikultura Kementan, Prihasto Setyanto, dalam keterangan tertulis, Sabtu (8/8).

Dirinya lantas mencontohkan dengan cabai. Tanaman ini sensitif terhadap kelebihan ataupun kekurangan air. Saat tanah mengering imbas kemarau panjang, tanaman akan layu dan kemudian mati.

Di sisi lain, aerasi tanah memburuk dan tak merugikan pertumbuhan akar saat tanah terlalu banyak mengandung air. Sehingga, pertumbuhan tanaman cabai akan kurus dan kerdil.

Sementara itu, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprakirakan, musim kemarau 2020 terjadi lebih awal dan tidak dalam waktu bersamaan. Pada Mei-Juni, 65,8% zona musim kemarau mulai terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia. Kemudian 64,9 % zona musim yang merupakan puncak kemarau pada Agustus di sebagian besar Jawa, Bali, Nusa Tenggara, selatan Kalimantan, selatan dan tenggara Sulawesi, serta Maluku Utara.