sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kementan antisipasi perubahan iklim

Tanaman cabai sensitif terhadap kelebihan ataupun kekurangan air.

Fatah Hidayat Sidiq
Fatah Hidayat Sidiq Minggu, 09 Agst 2020 08:18 WIB
Kementan antisipasi perubahan iklim

Kementerian Pertanian (Kementan) mengantisipasi terjadinya perubahan iklim karena berdampak terhadap produktivitas tanaman. Kemarau panjang, misalnya, mengakibatkan ketersediaan air berkurang serta meningkatkan dan mengubah pola perilaku hama.

"Pemerintah harus hadir dan bergerak cepat dalam mengatasi dampak dari perubahan iklim ekstrem. Dalam mengembangkan strategi DPI (dampak perubahan iklim), terdapat tiga hal penting, yaitu antisipasi, adaptasi, dan mitigasi," kata Direktur Jenderal Hortikultura Kementan, Prihasto Setyanto, dalam keterangan tertulis, Sabtu (8/8).

Dirinya lantas mencontohkan dengan cabai. Tanaman ini sensitif terhadap kelebihan ataupun kekurangan air. Saat tanah mengering imbas kemarau panjang, tanaman akan layu dan kemudian mati.

Di sisi lain, aerasi tanah memburuk dan tak merugikan pertumbuhan akar saat tanah terlalu banyak mengandung air. Sehingga, pertumbuhan tanaman cabai akan kurus dan kerdil.

Sementara itu, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprakirakan, musim kemarau 2020 terjadi lebih awal dan tidak dalam waktu bersamaan. Pada Mei-Juni, 65,8% zona musim kemarau mulai terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia. Kemudian 64,9 % zona musim yang merupakan puncak kemarau pada Agustus di sebagian besar Jawa, Bali, Nusa Tenggara, selatan Kalimantan, selatan dan tenggara Sulawesi, serta Maluku Utara.

Karenanya, Anton, nama panggilannya, menegaskan, potensi kemarau ekstrem mesti diwaspadai dan diantisipasi sejak dini. Dirinya menyarankan petani menerapkan teknologi pengairan seperti irigasi kabut, tetes, atau sprinkle hingga infrastruktur panen air hujan macam embung kecil, parit, long storage, atau sumur dangkal.

Direktur Perlindungan Ditjen Hortikultura, Sri Wijayanti Yusuf, menambahkan, pengelolaan organisme pengganggu tanaman (OPT) secara preemptif penting dilakukan sejak awal tanam. "Lebih tepatnya saat pengolahan tanah untuk mencegah terjadinya serangan."

Upaya preemtif dapat dilakukan dengan solarisasi tanah, penggunaan agen pengendali hayati (APH); varietas benih yang sehat, bermutu, dan bebas OPT; serta pemasangan perangkap hama seperti likat kuning, likat biru, likat putih, perangkap lampu, dan feromon seks sebagai antisipasi dan pemantauan.

Sponsored

"Antisipasi serangan OPT melalui pengendalian preemptif ini dilakukan secara ramah lingkungan. Dengan demikian, OPT dapat terpantau dan dikendalikan sebelum serangga hama dewasa meletakkan telur-telurnya pada tanaman budi daya," jelasnya.

Irigasi kabut
Upaya mitigasi perubahan ekstrem telah dilakukan Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Kalimantan Barat (BPTPH Kalbar) dengan memberikan bantuan peralatan irigasi kabut (mist irrigation) kepada Kelompok Tani (Poktan) Flamboyan, pembudi daya cabai di Kabupaten Sanggau.

Kepala Seksi Sarana Prasarana BPTPH Kalbar, Hermanto AP, menerangkan, irigasi kabut merupakan sistem pengairan tanaman dengan menggunakan air yang dipompa ke dalam selang yang telah dipasang nozel. Air lantas berubah menjadi seperti kabut saat memancar ke atas via lubang kecil-kecil nozel.

"Air yang disemprotkan tidak terlalu banyak, hanya berupa butiran lembut dari lubang-lubang kecil nozel di sepanjang selang, mirip seperti kabut. Fungsi penyemprotan tadi hanya untuk melembabkan kembali tanah dan udara di sekitar lahan pertanian," ungkapnya.

"Irigasi kabut tidak membuang-buang air, tidak menyebabkan erosi, dan sedikit air yang menguap. Air memiliki waktu untuk menyerap ke dalam dan secara kapiler ke seluruh area perakaran," imbuh dia.

Selain untuk pengairan, terangnya, irigasi ini juga mampu menekan pertumbuhan hama yang menyerang tanaman dan meminimalisasi gulma. Karenanya, aplikasi tersebut bersifat fleksibel. "Bisa dikombinasikan antara irigasi dengan penyemprotan pestisida ataupun pemupukan."

Berita Lainnya
×
tekid