sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Menyoal komitmen capres-cawapres dalam isu perubahan iklim

Di era yang menitikberatkan keberlanjutan, visi-misi capres dan cawapres soal perubahan iklim menjadi sangat penting.

Qonita Azzahra
Qonita Azzahra Selasa, 21 Nov 2023 10:58 WIB
Menyoal komitmen capres-cawapres dalam isu perubahan iklim

Isu lingkungan menjadi salah satu fokus utama masyarakat Indonesia di tengah laju perubahan iklim. Dengan semakin terlihatnya dampak krisis iklim yang terjadi, persoalan lingkungan juga menjadi penting untuk diperhatikan oleh calon-calon pemimpin bangsa, baik calon presiden dan wakil presiden (capres dan cawapres) serta calon legislatif (caleg). 

Sebab, mereka lah yang akan membuat kebijakan dan peraturan terkait isu lingkungan. Di saat yang sama, di tangan mereka juga komando pengendalian perubahan iklim dilaksanakan oleh seluruh masyarakat Indonesia. Sehingga, pada akhirnya dapat mencapai tujuan untuk menekan dampak krisis iklim dan sebisa mungkin memperlambat laju perubahan.

Karenanya, sebelum Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, penting juga bagi masyarakat untuk mencermati komitmen calon-calon pemimpin bangsa tersebut. “Dampak perubahan iklim yang kita rasakan sangat nyata. Melalui Pemilu inilah saatnya kita menilai mana kandidat yang memang komitmen terhadap isu perubahan iklim yang berdampak pada kita semua atau tidak,” ujar Chair Monash Climate Change Communication Research Hub Indonesia Node Ika Idris, dalam keterangannya kepada Alinea.id, belum lama ini. 

Ihwal komitmen untuk merawat lingkungan hidup, pasangan calon (paslon) nomor urut satu, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar menggarisbawahi isu lingkungan dalam misi ‘Mewujudkan Keadilan Ekologis Berkelanjutan untuk Generasi Mendatang’. Jika dirinci, pasangan yang disebut AMIN ini menargetkan Indonesia dapat mencapai target emisi tahunan pada 2030 dan menyukseskan target Net Zero Emission (NZE) tahun 2060. 

Sebagai adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, paslon ini bakal memprioritaskan kebijakan dan program yang mendukung pemenuhan komitmen Indonesia dalam kontribusi mengerem laju pemanasan global. Selain itu, akan menekan laju kerusakan hutan, konservasi intake forest, dan reforestasi/rehabilitasi untuk memaksimalkan peran hutan sebagai carbon sink; mengoptimalkan restorasi lahan gambut untuk mencegah kebakaran, memperlambat perubahan iklim dan mendatangkan manfaat ekonomi bagi rakyat, hingga membangun kapasitas masyarakat rentan dalam upaya adaptasi dampak perubahan iklim, seperti petani dan masyarakat pesisir. 

Sementara pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka meng-highlight isu lingkungan melalui narasi ‘Memperkuat Penyelarasan Kehidupan yang Harmonis dengan Lingkungan, Alam, dan Budaya, serta Peningkatan Toleransi Antar Umat Beragama untuk Mencapai Masyarakat yang Adil dan Makmur’. Melalui visi ini, paslon nomor urut 2 ini mempercepat transisi energi dari energi fosil menjadi energi terbarukan dan komitmen mewujudkan energi hijau yang ramah lingkungan, sehingga dapat mencapai target emisi nol pada 2060. 

Sebagai antisipasi dan mitigasi dampak krisis iklim, Prabowo-Gibran berkomitmen untuk merehabilitasi hutan rusak menjadi hutan alam, Hutan Tanaman Industri (HTI), dan hutan produksi dengan menerapkan skema PPPP (Public Private People Partnership) di mana manfaat terbesar akan dirasakan oleh masyarakat. Pada saat yang sama, pasangan ini juga berkomitmen untuk menghadirkan kemandirian dan kedaulatan negara dalam swasembada pangan, energi, air, ekonomi kreatif dengan berlandaskan ekonomi hijau dan ekonomi biru, melalui berbagai program dan rencana, termasuk peta jalannya (road map).

Di sisi lain, pasangan nomor 3, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD bermaksud untuk mengupayakan isu ekologi melalui misi ‘Mempercepat Perwujudan Lingkungan Hidup yang Baru Berkelanjutan Melalui Ekonomi Hijau dan Biru’. Beberapa poin yang masuk dalam misi ini antara lain, meningkatkan porsi penggunaan energi baru dan terbarukan melalui program bauran energi mencapai 25-30% pada 2029. 

Sponsored

Sementara untuk menahan laju perubahan iklim, pasangan Ganjar-Mahfud berencana untuk merumuskan program promotif yang berlaku dari tingkat kampung. Beberapa caranya dengan membenahi fasilitas sanitasi dan drainase di tingkat akar rumput, memperbanyak ruang terbuka hijau, kawasan pejalan kaki dan fasilitas publik, hingga pengelolaan sampah terintegrasi. 

Kini, garis start pencalonan presiden dan wakil presiden sudah resmi dimulai dan akan terus berlangsung hingga Februari tahun depan. Selain itu, visi-misi ketiga calon yang juga merupakan janji kampanye para capres-cawapres pun sudah beredar luas di masyarakat. 

Belum serius

Meski begitu, Direktur Eksekutif Yayasan Madani Berkelanjutan Nadia Hadad melihat komitmen ketiga calon terhadap isu lingkungan masih belum serius dan konsisten. Hal ini terlihat dari masih adanya penggunaan bahan bakar fosil. Pada saat yang sama, target pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) pun tidak terlalu agresif.  Bahkan, ada pasangan calon yang berkomitmen untuk melanjutkan program Food Estate yang problematik.

“Di momentum politik 2024, sudah saatnya para calon pemimpin harus mengakomodir dan serius dalam dalam menangani krisis iklim dengan menjunjung prinsip keadilan iklim serta memenuhi pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif untuk menjaga agar kita tetap ada,” ujarnya, kepada Alinea.id, Senin (20/11). 

Ilustrasi Pixabay.com.

Menurutnya, dampak krisis iklim tidak hanya soal bertambahnya suhu bumi, meluasnya kebakaran hutan dan lahan, kekeringan dan kelangkaan air, atau kenaikan permukaan air laut, banjir saja. Lebih dari itu, krisis iklim dapat membuat kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, penyandang disabilitas, dan kaum marginal merasakan dampak turunan yang lebih parah.

Bahkan, krisis iklim juga dapat mengancam pekerjaan dan penghidupan dari para pekerja luar ruangan seperti nelayan dan petani tradisional, pekerja sektor pariwisata, serta masyarakat adat. “Tanpa mengatasi krisis iklim secara serius, Indonesia pada 2045 diproyeksikan tidak akan lagi utuh sebagai 17.508 kesatuan gugusan pulau-pulau dari ujung barat hingga timur Indonesia. Setidaknya, 115 pulau akan hilang. Kota-kota besar pun berisiko tenggelam,” imbuh Nadia.

Ketidakseriusan penanganan krisis iklim oleh ketiga paslon capres-cawapres disampaikan juga oleh Direktur Eksekutif Centre of Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri. Menurutnya, sudah seharusnya bagi ketiga pasangan capres- cawapres memprioritaskan isu lingkungan dalam seluruh kebijakannya. 

Sayangnya, dia belum melihat prioritas itu dalam visi dan misi ketiga paslon. Yose bilang, seharusnya para capres dan cawapres dapat meng-highlight permasalahan-permasalahan yang menyebabkan kebijakan soal penanganan krisis iklim belum terlaksana dengan baik di Indonesia. 

“Pertama, kurangnya pemahaman dari pengambil kebijakan terkait substansi isu lingkungan, iklim, dan ketahanan air. Kedua, kurangnya komitmen dan dukungan politik. Ketiga, kurangnya koordinasi dua arah antara pemerintah pusat dan daerah. Terakhir, kurangnya kesadaran dan pemahaman masyarakat terkait pentingnya isu lingkungan,” ujarnya, saat dihubungi Alinea.id, Senin (20/11). 

Yose menambahkan, untuk menyelesaikan masalah lingkungan ke depan, perlu adanya langkah kolaboratif terutama dengan partai politik. Dia melihat, selama ini partai politik yang menjadikan isu lingkungan sebagai isu prioritas kampanye sangat sedikit. Hal ini terjadi karena isu lingkungan belum bisa memberikan political incentive yang besar bagi partai, sehingga partai cenderung mengesampingkan persoalan ekologi. 

“Koordinasi dengan parpol bisa dilakukan dengan mempersiapkan arahan politik yang sistematis dan konsisten mengenai dekarbonisasi ekonomi, mengelola koordinasi lintas pihak secara berkelanjutan dalam implementasi kebijakan dan target transisi hijau,” jelas Yose. 

Selain itu, meningkatkan kesadaran pentingnya melakukan aksi lingkungan dan mitigasi iklim melalui pendidikan dasar dan strategi komunikasi yang baik pun perlu dilakukan.

“Ini penting untuk jadi perhatian capres-cawapres 2024 karena selain dampaknya sudah kita rasakan, di tingkat global sudah banyak inisiatif untuk melakukan mitigasi iklim. Hal ini menentukan posisi dan peran Indonesia di tingkat internasional ke depannya,” tandasnya.
 

Berita Lainnya
×
tekid