sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kapan kehidupan di bumi akan berakhir?

Para ilmuwan memprediksi, bakal terjadi perubahan drastis pada bumi dalam beberapa abad ke depan.

Fandy Hutari Maulida Alfi Syahrani
Fandy Hutari | Maulida Alfi Syahrani Rabu, 06 Des 2023 21:24 WIB
Kapan kehidupan di bumi akan berakhir?

Dalam semua agama dan kepercayaan, bakal terjadi kiamat suatu hari nanti. Namun, para ilmuwan sudah memprediksi, kelak bumi tak bisa ditinggali lagi. Lambat laun, manusia akan punah.

Seorang jurnalis kesehatan dan lingkungan, Donavyn Coffey, menulis di Live Science bahwa saat ini, matahari adalah sumber gravitasi dan energi yang sangat penting. Namun, suatu hari nanti, matahari akan menjadi penyebab kehancuran bumi.

“Berapa lama lagi bumi akan terserap oleh matahari? Perkiraannya, beberapa miliar tahun lagi. Tapi kehidupan di bumi akan berakhir jauh lebih cepat daripada itu,” tulis Coffey di Live Science.

Para ahli memprediksi, bumi tak dapat lagi dihuni bagi sebagian besar organisme dalam sekitar 1,3 miliar tahun ke depan. Manusia berpotensi mendorong dirinya sendiri—dan banyak spesies lainnya—punah dalam beberapa abad mendatang. Malapetaka itu datang dari laju perubahan iklim atau konsekuensi dari perang nuklir.

Seorang ilmuwan planet dari Goddard Space Flight Center milik NASA, Ravi Kopparapu mengatakan kepada Live Science, bumi kemungkinan punya waktu 4,5 miliar tahun lagi sebelum matahari menjadi raksasa besar dan menelannya. Matahari raksasa itu terbentuk dalam tahap akhir evolusi bintang, saat bintang kehabisan hidrogen untuk bahan bakar fusi nuklirnya dan mulai mati.

Dilansir dari Live Science, setelah fusi berhenti, gravitasi akan mengambil alih. Lalu, inti helium akan mulai mengompres di bawah gravitasi. Ini berakibat pada peningkatan suhu, yang menyebabkan lapisan plasma luar matahari membesar secara dramatis.

“Matahari akan membengkak, setidaknya sampai ke ukuran orbit bumi,” ujar Kopparapu.

Ilmuwan lain memprediksi, kiamat akan tiba lebih cepat sebelum petaka matahari menelan bumi. Riset terbaru berjudul “Climate extremes likely to drive land mammal extinction during next supercontinent assembly” yang diterbitkan dalam jurnal Nature Geoscience (2023) menyebut, ketika benua-benua bertemu untuk membentuk satu superbenua yang panas, kering, dan sebagian besar tak dapat dihuni, hal itu kemungkinan menyebabkan titik kritis iklim dan kejadian kepunahan massal pada manusia. Bahkan, penelitian ini menyebut, manusia bisa punah karena pembentukan superbenua itu dalam 250 juta tahun mendatang.

Sponsored

Penelitian ini menggunakan model iklim dari UK Met Office dan superkomputer dari University of Bristol, yang dimanfaatkan untuk mensimulasikan tren suhu, angin, hujan, dan kelembapan untuk superbenua—dikenal sebagai Pangea Ultima—yang diprediksi terbentuk dalam 250 juta tahun mendatang.

Tim ilmuwan internasional, antara lain Alexander Farnsworth, Y.T. Eunice Lo, Paul J. Valdes, Jonathan R. Buzan, Benjamin J.W. Mills, Andrew S. Merdith, Christopher R. Scotese, dan Hannah R. Wakeford juga menggunakan model pergerakan lempeng tektonik, kimia, dan biologi lautan untuk memperkirakan tingkat karbon dioksida di masa depan. Penelitian tersebut adalah bagian dari proyek yang didanai UK Research and Innovation Natural Environment Research Council (UKRI NERC), yang mempelajari iklim superbenua dan kepunahan massal.

“Diperkirakan, matahari akan mengeluarkan sekitar 2,5% lebih banyak radiasi dan superbenua berlokasi di daerah tropis yang panas dan lembap, sebagian besar planet ini bisa mencapai suhu 40 hingga 70 derajat celsius,” kata penulis utama penelitian itu, yang merupakan peneliti senior di University of Bristol, Alexander Farnsworth, dikutip dari Euronews.

Dikutip dari CNN, Farnsworth mengatakan, superbenua yang baru terbentuk akan menciptakan dampak ganda, yang terdiri dari efek kontinentalitas, matahari yang lebih panas, dan lebih banyak karbon dioksida di atmosfer. Farnsworth menyebut, peningkatan panas akan menciptakan lingkungan tanpa sumber makanan dan air untuk mamalia.

Sebut para peneliti, hanya sekitar 8% hingga 16% dari daratan di superbenua yang dapat dihuni mamalia. Tingkat karbon dioksida pun bisa mencapai dua kali lipat dibandingkan saat ini. Yang membentuk superbenua adalah proses tektonik, yang menyebabkan intensnya letusan gunung berapi.

Menurut Euronews, terlepas dari kenyataan bagian-bagian dari planet ini masih ada yang dapat dihuni di masa depan, sebelum terbentuk superbenua, tak ada yang sia-sia menekan pemanasan global yang disebabkan manusia.

“Sangat penting untuk tidak kehilangan fokus pada krisis iklim saat ini, yang merupakan hasil dari emisi gas rumah kaca,” kata salah seorang dari tim peneliti yang juga periset bidang perubahan iklum dan kesehatan di University of Bristo, Eunice Lo, seperti dikutip dari CNN.

Dilansir dari The Washington Post, bumi memecahkan rekor suhu rata-rata bulanan pada Juli 2023. Hal ini mendakan bulan paling panas yang pernah dialami planet ini, dan mungkin awal dari rentang waktu terpanas dalam 125.000 tahun. Saat itu, dunia rata-rata 1,5 derajat lebih panas dibandingkan sebelum ada konsumsi bahan bakar fosil dan emisi gas rumah kaca.

Analisis Climate Central yang dirilis awal November 2023, tulis The Washington Post, menemukan bahwa rentang waktu dari November 2022 hingga Oktober 2023 adalah periode 12 bulan terpanas dalam sejarah bumi.

“Sementara kita memprediksi planet ini tidak dapat dihuni dalam 250 juta tahun, saat ini kita sudah mengalami panas ekstrem yang merugikan kesehatan manusia,” ujar Eunice Lo kepada CNN.

Berita Lainnya
×
tekid