Kian suram nasib pekerja di bawah rezim UU Cipta Kerja

Salah satu kasus terbaru adalah pelanggaran hak-hak pekerja hingga kekerasan seksual kepada buruh PT Sai Apparel Industries Grobogan.

Nasib pekerja di bawah rezim UU Cipta Kerja dinilai kian suram karena semakin banyak kelonggaran sehingga siklus kekerasan terus berulang. The Socialist Network

Kebijakan membangun wilayah industri ke Jawa Tengah (Jateng) sejak beberapa tahun lalu, seperti Kendal, Batang, Semarang, dan Cilacap, tidak serta merta menghapus kasus-kasus eksploitasi hingga kekerasan seksual terhadap buruh. Ini seperti yang didapati Komite Hidup Layak (KHL).

"Migrasi perusahaan ... selain membawa modal dan juga mesin, juga mereka membawa pelanggaran-pelanggaran atau cara-cara melakukan penundukan terhadap buruh," ungkap Koordinator KHL, Kokom Komalawati, di Kantor YLBHI, Jakarta, pada Senin (18/12).

Ia lantas menceritakan pengalamannya ketika masih bekerja di PT Panarub Dwikarya Benoa, perusahaan produsen sepatu merek Adidas berbasis di Kabupaten Tangerang, Banten. Kala itu, pada 2012, ungkapnya, pihak perusahaan melakukan pemberangusan terhadap serikat pekerja (union busting) hingga kekerasan berbasis gender.

Kokom kemudian mengadukan masalah tersebut kepada Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). "Jawaban kementerian adalah jumlah [petugas] pengawasan sedikit. Anggaran juga tidak cukup untuk melakukan itu.

Penyimpangan serupa pun terjadi di Sukabumi, Jawa Barat (Jabar). Dalam penelitiannya di 9 pabrik garmen dan sepatu di Sukabumi pada 2017 didapati bahwa perusahaan melakukan berbagai pelanggaran, seperti para buruh hanya dikontrak, jam kerja melebihi ketentuan, kekerasan berbasis gender, hingga tidak ada cuti melahirkan.