close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi lembur. /Foto Pixabay
icon caption
Ilustrasi lembur. /Foto Pixabay
Peristiwa
Rabu, 30 Juli 2025 13:15

Terjebak di antara PHK dan lembur: Kisah Arief dan Elly yang tersiksa usai efisiensi perusahaan

Pemangkasan pegawai dan penambahan job desk jadi strategi yang lazim dijalankan perusahaan di tengah merosotnya keuntungan.
swipe

Arief Faisal, 28 tahun, sedang gamang. Bekerja sebagai desainer di sebuah agensi kreatif, ia sempat merasa beruntung karena tak terkena PHK saat terjadi gelombang pemutusan hubungan kerja pada Maret–April 2025. Namun, rasa syukur itu tak bertahan lama. 

Kenyatannya pilihan “survival” itu justru menghadirkan penderitaan baru: beban kerja yang melonjak, beban mental dan fisik yang melelahkan. Terbersit di benak Arief untuk mengundurkan diri dari pekerjaannya. 

“Setelah teman-teman saya banyak yang di-PHK, beban kerja saya jadi bertambah karena saya ikut mengerjakan pekerjaan mereka,” ujar Arief saat berbincang dengan Alinea.id di Jakarta, belum lama ini. 

Meskipun gajinya tetap sama, ia sering kali harus lembur hingga akhir pekan hanya untuk menyelesaikan proyek yang dulu ditangani oleh tim. Arief mengaku memilih untuk bertahan sembari berharap kondisi perekonomian membaik dan perusahaan tempatnya bekerja bisa kembali "sehat". 

Selain itu, faktor keluarga juga memberatkan Arief. Ia baru saja menikah dan istrinya sedang hamil. "Jadi, ya dikuat-kuatian aja biar kata aslinya tersiksa," imbuh dia. 

Nasib serupa dialami Elly--bukan nama sebenarnya. Perempuan berusia 
31 tahun itu bekerja sebagai staf administrasi dan desk pemasaran di perusahan suku cadang otomotif di Kebon Jeruk, Jakarta Barat. 

Mulanya, Elly tak mempersoalkan job desk-nya yang ganda. Apalagi, opsi lainnya ialah dipecat dari pekerjaan. Namun, ia mulai kelimpungan saat target untuk memperoleh konsumen semakin ditingkatkan oleh perusahaan.

"Ini mulai dilakukan sehabis Lebaran. Wah, pilihannya sama-sama enggak enak. Tetapi, mau gimana saya lakonin, walaupun risikonya sakit," kata Elly kepada Alinea.id. 

Meski job desk-nya bertambah, Elly mengaku gajinya tetap sama. Di lain sisi, harga barang-barang kebutuhan pokok terus naik. "Gaji saya ada di Rp4,5 juta. Tetapi, buat kebutuhan sama ngasih orang tua terkadang tidak cukup," kata Elly. 

Kementerian Ketenagakerjaan mencatat sebanyak 42.385 orang terkena PHK sepanjang Januari–Juni 2025, naik 32,1% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Puncaknya terjadi pada Februari 2025, dengan 17.796 orang terkena PHK. 

Peneliti demografi dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Andy Ahmad Zaelany mengatakan penambahan job desk pada pegawai kerap menjadi strategi yang diambil perusahaan yang sedang terpuruk. Sayangnya, penambahan job desk kerap tak disertai penambahan insentif. 

"Pekerja yang masih ada dilakukan upskilling agar bisa juga melakukan pekerjaan-pekerjaan lain selain pekerjaan yang rutin dilakukan. Kompensasinya, semestinya dia memperoleh kenaikan gaji. Dengan cara ini, pegawai lebih sedikit dan potensi demo lebih sedikit," kata Andy kepada Alinea.id, Senin (28/7). 

Andy menilai lazimnya pekerja bekerja 8 sampai 10 jam per hari. Beban kerja yang berlebih akan berpengaruh pada kondisi kesehatan tubuh maupun kesehatan psikis pegawai. "Pada beban kerja normal, produktivitas bisa ditingkatkan. Namun, bila berlebihan bebannya, maka produktivitasnya akan menurun," ucap Andy.  

Pemerintah, lanjut Andy, semestinya menyikapi situasi yang tengah dialami dunia bisnis itu. Menurut dia, banyak perusahaan memberlakukan PHK kepada pegawai dan menambah beban kerja pegawai yang tersisa demi menghindari kebangkrutan. 

"Kalau makin banyak pekerja yang mengalami hal ini, akan berdampak banyak pekerja yang rapuh kesehatannya dan kualitas produk bisa dipastikan akan merosot juga mutunya," kata Andy.

 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan