Dari kasus Hebby hingga dugaan union busting di Bekasi
Hebby Tarnando apes. Pada 30 Mei 2025, Hebi dipecat PT Duta Palma. Tak hanya itu, Hebi juga dilaporkan ke Polres Jakarta Selatan karena diduga melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronika (UU ITE).
Perusahaan "gusar" setelah Hebi melaporkan tindakan perusahaan menahan ijazah pegawai PT Duta Palma ke aplikasi Buruh Tanya Wamen (BTW) yang baru-baru ini diluncurkan Wakil Menteri Tenaga Kerja (Wamenaker) Immanuel Ebenezer. Ijazah Hebi memang akhirnya dikembalikan, namun Hebi kini menghadapi kasus hukum.
Sebagai penggagas BTW, Noel, sapaan akrab Immanuel Ebenezer ikut turun tangan. Noel turut mendampingi Hebi saat diperiksa di Polres Jakarta Selatan, pada 14 Juli 2025. Kepada pewarta, Noel menyebut kehadirannya sebagai simbol keberpihakan negara pada buruh yang dikriminalisasi perusahaan.
"Kami sebagai negara, Kementerian Tenaga Kerja, wajib hadir untuk membela Hebby sebagai pekerja dan yang melaporkan ke aplikasi kami. Jangan sampai ini jadi preseden buruk," kata Noel.
Ini bukan kali pertama perusahaan menyerang balik pegawai atau mantan pegawainya yang membocorkan praktik-praktik lancung di perusahaan. Mei lalu, Ketua Asosiasi Pilot Garuda (APG) Ruli Wijaya dan dua rekannya dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh manajemen Garuda Indonesia.
Pelaporan itu terkait dengan pernyataan Ruli yang disebarkan ke media massa mengenai isu 14 eks pegawai Lion Air yang bergabung menjadi petinggi di Garuda tanpa prosedur yang sesuai. Manajemen Garuda menilai pernyataan tersebut mencemarkan nama baik perusahaan.
Ruli menganggap pelaporan itu sebagai bentuk kriminalisasi terhadap dirinya dan serikat pekerja Garuda. Ia menyatakan bahwa mereka hanya meminta klarifikasi dan komunikasi dari manajemen terkait isu tersebut, namun malah dilaporkan ke polisi.
Dalam sebuah keterangan tertulis, manajemen Garuda membantah tudingan APG. Menurut manajemen Garuda, seluruh kebijakan rekrutmen telah mengacu pada prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG) dan disertai komunikasi yang terbuka dengan seluruh karyawan dan serikat pekerja.
Di Bekasi, Jawa Barat, dugaan pemberangusan serikat pekerja atau union busting menyeruak di balik pemecatan sepihak 24 karyawan PT Nirwana Lestari, sebuah perusahaan distributor cokelat. Dari 24 karyawan yang dipecat, sebanyak 23 di antaranya merupakan anggota serikat pekerja perusahaan.
Kasus itu bermula ketika 24 karyawan dipanggil oleh pihak SDM perusahaan pada 14 April. Dalam pertemuan tersebut, mereka langsung diberikan surat PHK tanpa melalui proses surat peringatan atau sosialisasi terlebih dahulu.
Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (Aspirasi) Mirah Sumirat menilai kasus Hebby dan kasus-kasus dugaan pemberangusan serikat pekerja yang terkuak dalam beberapa bulan terakhir hanya puncak gunung es. Menurut dia, kasus-kasus tindakan sewenang-wenang perusahaan terhadap pekerja yang belum terungkap jauh lebih banyak.
"Pengawasan mesti diperkuat. Harusnya, perbaiki pengawasan. Berkali- kali menjadi persoalan terjadi ketika memang fungsi pengawas yang ada di Kementerian Tenaga Kerja ini sudah diambil alih oleh provinsi. Jangan kemudian diserahkan atau dibawa otonomi daerah masing-masing. Akibatnya enggak maksimal fungsi di dinas sebagai pengawas," kata Mirah kepada Alinea.id, Rabu (16/7).
Mirah menegaskan pemberangusan serikat pekerja merupakan pelanggaran terhadap konstitusi. Pasal 28 dalam Undang-Undang Dasar 1945 mengatur tentang kemerdekaan berserikat dan berkumpul, serta mengeluarkan pikiran secara lisan dan tulisan.
"Itu (union busting) suatu pembangkangan atau perlawanan terhadap UUD 1945, terhadap konstitusi. Ketika itu dibiarkan, artinya negara atau undang-undang dikangkangi dilawan oleh pelaku usaha, perusahan-perusahaan ini," ujar dia.
Mirah menuntut Kemenaker menginvestigasi kasus-kasus pekerja yang jadi korban kekejaman industri manufaktur, mulai dari level daerah hingga nasional. Pemerintah, kata dia, tak boleh hanya menjadikan ratapan kelas pekerja dan kasus-kasus perburuhan sebagai "arena" pencitraan semata.
Ia mencontohkan kasus pelaporan terhadap Hebby Tarnando oleh PT Duta Palma. Menurut dia, sebagai "peniup peliut", Hebby semestinya tak patut dikriminalisasi. Apalagi, saat ini Hebby juga telah dipecat oleh perusahaan. Harus ada sanksi tegas kepada perusahaan supaya kasus serupa tak terulang.
"Kemenaker harus bantu urusan hukumnya. Jangan sampai dilepas begitu saja. Kemenaker harus punya tim yang kuat. Libatkan kawan-kawan serikat pekerja dan tim hukum supaya kuat. Kementerian Tenaga Kerja sudah sangat kuat untuk tim pengawasan. Jadi, enggak perlu nunggu lama dan berbelit- belit," kata Mirah.
Pengamat ketenagakerjaan dari Universitas Indonesia (UI) Aloysius Uwiyono menilai penggunaan istilah "kriminalisasi" kurang tepat untuk kasus pekerja yang dipecat karena berani mengungkap suatu kasus. Kriminalisasi adalah proses menjadikan suatu tindakan atau perilaku yang sebelumnya legal atau tidak dianggap sebagai tindak pidana.
"Kriminalisasi ini hanya bisa dilakukan oleh pemerintah dan DPR melalui produk undang-undang atau peraturan pemerintah. Kasus- kasus yang terjadi adalah pengusaha melaporkan pekerja ke polisi," kata Aloysius kepada Alinea.id.
Dari sisi itu, menurut Aloysius, perusahaan semestinya tidak bisa mengkriminalisasi pekerja. Jika memang terjadi pelanggaran aturan, kedua belah pihak bisa saja saling melaporkan, termasuk pada kasus Hebby.
"Kalau demikian diselidiki lebih dahulu oleh polisi, terbukti apa enggak. Jika tidak terbukti, ya, harus dibebaskan. Demikian juga sebaiknya, pekerja melaporkan pengusaha melakukan union busting ke polisi," kata Aloysius.


