Mencecap bisnis kopi lokal

Konsumsi kopi di Indonesia meningkat 7,7% pada 2011 hingga 2014.

Seorang barista tengah meracik kopi di Festival Kopi Madiun beberapa waktu lalu. /Antara Foto.

Saat berbincang dengan Rahajeng di kedai kopi Fakultas Kopi, Setiabudi, Jakarta Selatan, tiba-tiba telepon selulernya berbunyi. Rahajeng melihat, sebuah pesan pendek masuk. Isinya, promosi dari kedai kopi waralaba asal Amerika Serikat Starbucks.

Beberapa waktu belakangan ini Starbucks memang gencar berpromosi, mulai dari potongan harga hingga minuman gratis. Sesekali, Rahajeng memang suka minum kopi di Starbucks. Alasannya pragmatis. Dia harus bekerja di luar kantor. Oleh karena itu, dia butuh kafe yang menyediakan fasilitas, seperti internet dan listrik.

Namun, sesungguhnya Rahajeng lebih menyukai kopi yang dijual di kedai kopi lokal. Dia menggemari kopi Toraja, Aceh, dan Papua. Rahajeng mengaku, agak rewel untuk urusan minum kopi. Bagi dia, sangat penting mengetahui jenis, varietas, cara roasting, hingga teknik penyeduhannya.

“Karena setiap teknik penyajian itu bikin rasa kopinya beda,” kata Rahajeng, Selasa (6/11).

Saat ini, memang cukup banyak penikmat kopi yang serupa Rahajeng. Mereka lebih memburu kopi Nusantara, karena ciri khasnya.