OJK: Fintech perlu diatur dengan undang-undang

OJK mengusulkan pembentukan undang-undang mengenai keuangan digital (financial technology/fintech)

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso. (ojk.go.id)

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengusulkan pembuatan undang-undang mengenai keuangan digital (financial technology/fintech). Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan perkembangan fintech yang semakin agresif membutuhkan aturan yang lebih tinggi dari Peraturan OJK (POJK).

“Ke depannya harus kita atur dalam undang-undang segera. Karena dengan legal frame work yang sudah ada sekarang akan semakin rumit,” kata Wimboh di Jakarta, Rabu (23/1).

Wimboh mengatakan fintech dipungkiri saat ini memberikan kenyamanan bagi pengguna dalam bertransaksi. Bahkan, saat ini beberapa e-commerce banyak yang memperluas produknya ke dalam produk pembiayaan.  Wimboh menyebut undang-undang ini nantinya akan melindungi konsumen.

Lebih lanjut, kata Wimboh, praktik fintech mestinya memiliki regulasi yang kuat. Pasalnya, seringkali bisnis ini berbenturan dengan sektor lain. Misalnya, perusahaan travel terdaftar di Kementerian Pariwisata, sementara e-commerce berada di bawah Kementerian Perdagangan. 

“Padahal mereka bukan jasa keuangan. Tapi dengan teknologi yang mereka punya, mereka akhirnya mengeluarkan produk perbankan atau produk pembayaran. Apabila usaha-usaha seperti itu tidak ada legalitasnya, maka akan sulit mengawasinya,” katanya.