Politik dinasti hambat ekonomi inklusif Indonesia

Praktik politik dinasti oleh Jokowi dan keluarganya mengkhawatirkan masa depan demokrasi dan ekonomi Indonesia.

Ilustrasi. Foto Freepik.

Model politik eksklusif, contohnya yang dilakukan melalui politik dinasti, dapat menghambat pencapaian tujuan pembangunan ekonomi nasional. 

Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Sirojudin Abbas mengatakan, penurunan kualitas demokrasi saat ini diperlihatkan melalui menguatnya nepotisme, yang terlihat dari keterlibatan keluarga Presiden Jokowi di berbagai posisi penting pemerintahan.

“Sistem politik yang eksklusif ini tidak memberi ruang untuk kepercayaan dan kompetisi yang terbuka serta adil bagi semua warga negara,” ujar Sirojudin dalam webinar yang diselenggarakan oleh Moya Institute dengan tema “Demokrasi Indonesia: Terjerembab ke Dalam Dinasti Politik”, pada Jumat, (26/1).

Yang dominan saat ini adalah ekonomi ekstraktif yang dikelola oleh klien atau kroni politik. Sebagai contoh, meskipun Presiden Jokowi menekankan pentingnya industrialisasi, kebijakan impor beras yang besar-besaran dianggap sebagai indikator kegagalan pemerintah dalam mengembangkan sektor pertanian. Kritik ini semakin diperkuat oleh kenyataan bahwa output ekonomi Indonesia yang dijual ke luar negeri lebih banyak berasal dari industri ekstraktif dengan para pemain yang terbatas, ketimbang dari industri yang melibatkan sumber daya manusia secara masif.

Direktur Negarawan Center Johan Silalahi mengatakan, kritik terhadap praktik politik dinasti oleh Jokowi dan keluarganya, serta koalisinya dengan Ketum Gerindra Prabowo, mengkhawatirkan masa depan demokrasi dan ekonomi Indonesia. Hal ini memunculkan risiko besar terhadap integritas politik dan keadilan sosial di Indonesia.