Mendesak, revisi garis kemiskinan demi menyentuh si miskin yang tersembunyi

Perhitungan garis kemiskinan Indonesia dinilai tak lagi relevan seiring peningkatan pendapatan per kapita.

Ilustrasi Alinea.id/Aisya Kurnia.

Bank Dunia (World Bank) baru saja merilis laporan Indonesia Poverty Assessment pada Selasa, 9 Mei 2023 lalu. Dalam laporan tersebut, Bank Dunia menyatakan kalau pada 2022 Indonesia telah berhasil mengurangi kemiskinan ekstrem sebesar 1,5%, berdasarkan standar paritas daya beli atau Purchasing Power Parity (PPP) 2011 untuk negara dengan pendapatan rendah, yakni US$1,90 atau setara Rp28.120 per kapita per hari. Dengan capaian ini, Bank Dunia pun memperkirakan Indonesia dapat mencapai nol kemiskinan ekstrem pada tahun 2024.

Menurut PPP 2011, selain standar yang digunakan Indonesia, ada dua standar lagi, garis kemiskinan US$3,2 per kapita per hari untuk negara berpendapatan menengah ke bawah dan US$5,5 per kapita per hari untuk negara berpendapatan menengah ke atas. Country Director World Bank Indonesia Satu Kahkonen dalam laporan tersebut mengatakan, meski menggunakan standar untuk negara menengah ke bawah, pemerintah pun patut diapresiasi karena telah berhasil menurunkan tingkat kemiskinan menjadi 16% pada tahun 2022.

“Kemiskinan yang diukur pada lini negara berpenghasilan menengah ke bawah sebesar US$3,20 2011 PPP per hari juga menurun tajam dari 61% pada tahun 2002 menjadi 16% pada tahun 2022,” katanya, dikutip Alinea.id, Minggu (4/6).

Namun, di balik apresiasi itu, capaian ini seharusnya dapat menjadi bahan evaluasi pemerintah. Karena dengan standar yang lebih tinggi itu, angka kemiskinan ekstrem dapat dikatakan meningkat dari 1,5% menjadi 16%. Artinya, dengan standar ini setidaknya 40% masyarakat Indonesia merupakan penduduk miskin.