Sri Mulyani: RUU HKPD berorientasi pada kinerja dan kapasitas daerah

RUU ini bisa meningkatkan kapasitas pemerintah daerah misalnya dalam dana bagi hasil (DBH).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Foto dokumentasi.

Kementerian Keuangan melaporkan, hasil evaluasi desentralisasi fiskal saat ini belum optimal karena masih adanya belanja daerah yang belum fokus dan efisien. Di mana terdapat 29.623 jenis program dan 263.135 jenis kegiatan serta pola eksekusi APBD yang masih business as usual, serta selalu bertumpu di triwulan IV. Sehingga mendorong adanya idle cash di daerah.

"Kami lihat ada 29.623 jenis program dan 263.135 jenis kegiatan yang didanai oleh APBD. Makanya kegiatan yang dilakukan sangat kecil-kecil yang dampaknya sangat minimal atau bahkan tidak dirasakan. Istilah Bapak Presiden uangnya dicecer," kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati pada Sidang Paripurna DPR Pengambilan Keputusan atas Rancangan Undang-Undang tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (RUU HKPD), Selasa (7/12).

Dia menambahkan, pemanfaatan pembiayaan di daerah juga belum terjadi atau masih terbatas dan sinergi APBN serta APBD belum maksimal. Apalagi, seperti dalam situasi seperti ini, bagaimana menghadapi suatu tantangan bersama sering belum berjalan optimal. Inilah yang menjadi latar belakang kenapa pemerintah dan DPR sepakat melakukan perubahan Undang-Undang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah, tujuannya adalah memperkuat kualitas desentralisasi fiskal.

"Pemanfaatan pembiayaan daerah yang terbatas, sehingga membatasi akselerasi pembangunan di daerah dan sinergi gerak langkah kebijakan APBN dan APBD masih belum berjalan maksimal. Sehingga perlu terus diperkuat untuk dapat menjaga kesinambungan fiskal," jelas Menkeu.

Menkeu menyebut, hal-hal tersebut telah berdampak pada capaian output dan outcome pembangunan yang belum optimal dan timpang di daerah. Seperti capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang rentangnya antara 86,6 di Kota Yogyakarta dengan 31,5 di Kabupaten Nduga. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan baru yang berorientasi pada kinerja dan kapasitas daerah dalam meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat melalui sinergi dan kolaborasi mendukung target pembangunan nasional.