Semangat digitalisasi industri asuransi

Perkembangan asuransi digital masih belum dipayungi regulasi yang memadai.

Ilustrasi Alinea.id/Firgie Saputra.

Tak bisa dimungkiri, pandemi Covid-19 membuat disrupsi digital datang semakin cepat. Kian canggihnya teknologi dan terbatasnya mobilitas orang menjadi dua faktor utama disrupsi yang terjadi di semua aspek kehidupan masyarakat. Masyarakat mau tak mau harus mengakrabkan diri dengan tetek bengek teknologi digital. 

Begitu pun di setiap sektor ekonomi. Pelaku usaha dituntut untuk melakukan berbagai inovasi demi menjawab kebutuhan konsumen. Di kala pagebluk, para pelaku usaha berbondong-bondong melakukan transformasi digital.

“Mereka yang cepat menangkap peluang ini akan lebih unggul,” begitu kata Guru Besar Ilmu Manajemen Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) Rhenald Kasali, dalam konferensi pers virtual, Rabu (15/9) lalu. 

Tak terkecuali industri asuransi. Penyedia layanan asuransi pun berlomba masuk ke dalam ekosistem digital, baik dengan menciptakan layanan digital maupun membuat anak usaha digital. Asuransi digital atau insurance technology (insurtech) pun mulai bermunculan. Pembelian asuransi pun bisa tanpa tatap muka dan mulai ditemui di marketplace.

Perubahan dari asuransi konvensional menjadi asuransi yang sepenuhnya mengandalkan kecanggihan teknologi informasi itu diramaikan pemain-pemain baru. Diantaranya Kitajaga besutan startup social crowdfunding, Kitabisa serta Easy, aplikasi mobile asuransi milik PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo).