Sisi lain pinjol: Dana produktif yang bantu UMKM

Tak hanya pinjaman konsumtif, pinjol juga membantu UMKM ekspansi bisnis.

Ilustrasi Alinea.id/Aisya Kurnia.

Platform financial technology (fintech) peer to peer (P2P) lending mulai dikenal sejak lima tahun terakhir. Namun, P2P lending yang lebih dikenal pinjaman online atau pinjol seringkali mendapat citra negatif.

Pinjaman online lewat platform fintech selama ini memang dikenal kontroversial. Bagaimana tidak, bunganya yang tinggi dan penagihan yang tidak manusiawi kerap membuat nasabah frustasi, bahkan hingga bunuh diri. Padahal, beberapa platform fintech P2P lending tersebut adalah ilegal alias tidak terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 

Menurut perencana keuangan Lolita Setyawati awal mula inovasi fintech P2P lending sebenarnya adalah untuk membantu UMKM melebarkan usahanya dengan pinjaman produktif yang cepat dan tidak rumit. “Tapi masyarakat sekarang lebih (menggunakan pinjol) ke konsumtif mungkin karena gaya hidup akhirnya tergoda untuk hal-hal seperti itu dan membuat konotasi negatif,” katanya, di Jakarta beberapa waktu lalu.

Dia menuturkan awal pembentukan platform fintech P2P lending untuk membantu UMKM agar produk dalam negeri lebih berkembang dibanding produk luar negeri. “Tapi karena kebutuhan masyarakat butuh konsumtif akhirnya ditambah lah untuk konsumtif, mungkin karena literasi masyarakat kurang dikiranya untuk konsumsi aja,” bebernya.

Meski lebih mudah dan cepat, UMKM yang ingin mengajukan pinjaman ke P2P lending pun harus memenuhi berbagai persyaratan.  Utamanya, UMKM harus memiliki pencatatan keuangan atau laporan keuangan yang lengkap dan rapi. Kemudian, plafon atau nilai pinjaman, jangka waktu, serta bunga akan disesuaikan dengan hasil analisis laporan keuangan UMKM.