Nilai pinjaman online (pinjol) di Jawa Barat kembali menjadi yang tertinggi pada 2025. Menurut catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), total pinjaman online yang masih aktif di provinsi tersebut mencapai Rp20,23 triliun per Februari 2025. Angka itu setara dengan seperempat dari total pinjaman nasional sebesar Rp80,07 triliun.
Selain nilai pinjaman yang besar, Jawa Barat juga mencatat tingkat kredit macet (TWP 90) tertinggi. Nilai pinjaman yang tertunggak lebih dari 90 hari sebesar 3,38 persen. Jumlah ini mencakup lebih dari 6,44 juta rekening aktif.
Direktur Eksekutif Information and Communication Technology (ICT) Institute Heru Sutadi mengatakan pinjol jadi salah satu pilihan utama warga di Jabar karena akses yang lebih mudah ketimbang lembaga keuangan formal.
Di sisi lain, tingginya angka pinjol juga merupakan sinyal kondisi perekonomian yang memburuk di provinsi yang dipimpin oleh Dedi Mulyadi itu. Apalagi, angka kredit macet pinjol atau TWP 90 tergolong cukup tinggi.
"Banyak PHK, daya beli menurun sehingga memang pinjol tetap menjadi pilihan. Yang perlu kita antisipasi adalah pinjaman yang memang sulit dikembalikan. Angkanya sudah mencapai Rp8 triliun. TWP 3,38% memang masih di bawah 5% dan dianggap aman. Tetapi, ada beberapa penyedia (yang TWP-nya) sudah di atas 5% atau sudah kritis," kata Heru kepada Alinea.id, Kamis (19/6).
Menurut Heru, pemerintah perlu mengawasi naiknya jumlah pinjaman online di Jabar. Ia menyarankan pengetatan persyaratan pinjaman sebagai salah satu solusi dan edukasi literasi keuangan secara masif. Dengan begitu, TWP90 tak terus naik.
"Semisal pinjaman itu harus digunakan untuk hal-hal produktif. Kedua, tentu kita harus melihat juga ketika seseorang diberi pinjaman, potensi dia mengembalikan pinjaman seperti apa. Kalau, semisal, dia tidak bekerja atau masih sekolah, ya, sulit untuk mengembalikan," kata Heru.
Peneliti dari Center of Economic and Law Studies (Celios) Rani Septyarini menyampaikan bila istilah pinjaman online kini telah terfragmentasi pada makna yang positif dan negatif. Pinjol cenderung mengarah pada pinjaman ilegal dan pinjaman daring mengarah pada pinjaman legal.
Termasuk di Jabar, menurut Rani, ada sejumlah faktor yang menyebabkan nilai pinjaman daring terus naik. Salah satunya ialah banyak masyarakat belum bisa mengakses lembaga keuangan formal saat tingkat kebutuhan justru naik.
"Kebanyakan (masyarakat) di Jawa Barat saat ini sedang memerlukan dana, apalagi di tengah kondisi banyaknya pemutusan hubungan kerja," kata Rani kepada Alinea.id.
Besarnya jumlah pindar di Jawa Barat yang berbanding lurus dengan tingginya TWP90, kata Rani, merupakan indikasi literasi keuangan yang rendah di kalangan warga Jabar. Banyak warga yang mengambil pinjaman tanpa paham mengenai hak dan kewajiban mereka.
Besarnya angka PHK, lanjut Rani, turut mempengaruhi tingkat kredit macet. "Ketika orang kehilangan pekerjaan, pendapatannya hilang, tapi kebutuhan masih harus terus dipenuhi. Cara pemenuhannya ketika pendapatan tidak ada, kemungkinan besar dilakukan melalui meminjam," jelas Rani.