Terpakai hampir separuh, anggaran bansos kurang

Asumsi jumlah PHK, pengangguran, serta tambahan kemiskinan yang digunakan pemerintah cenderung lebih kecil.

Petugas mengingatkan warga agar menjaga jarak saat mengantre penyaluran bansos tunai Kemensos, di Kantor Pos Khatib Sulaiman, Padang, Sumatera Barat, Jumat (15/5/2020). Foto Antara/Iggoy el Fitra/pras.

Hampir tiga bulan sejak Indonesia melaporkan adanya kasus pertama pasien coronavirus pada 2 Maret 2020, namun anggaran bantuan sosial (bansos) pemerintah tahun ini sudah terpakai separuhnya.

Kementerian Keuangan mencatat realisasi belanja bansos hingga April 2020 saja sudah mencapai 49,10% dari pagu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 versi Perpres 54/2020 yang mencapai Rp125,06 triliun. Realisasi tersebut meningkat 13,7% apabila dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya menjadi Rp61,41 triliun.

"Penyaluran bansos menjadi salah satu upaya pemerintah dalam menghadapi pandemi Covid-19 melalui jaring pengaman sosial (social safety net)," ujar Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara saat telekonferensi, Rabu (20/5) lalu.  

Penggunaan belanja bansos meliputi Program Keluarga Harapan (PKH) bagi 9,96 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang mulai April disalurkan secara bulanan. Lalu, penyaluran bantuan pangan melalui Kartu Sembako dengan indeks Rp200.000 per KPM per bulan bagi 17,9 juta KPM, penyaluran bansos sembako untuk KPM di wilayah DKI Jakarta dan Bodetabek, penyaluran bansos tunai bagi KPM di luar wilayah Jabodetabek, dan penyaluran Peserta Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi 96,6 juta KPM.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menilai anggaran yang ditetapkan pemerintah sebagai jaring pengaman sosial melalui bansos terlalu kecil. Pasalnya, dengan terganggunya perekonomian akibat pandemi dan risiko pemutusan hubungan kerja (PHK), maka tingkat pengangguran dan kemiskinan berpotensi meroket.