Wamenkeu jelaskan proses pengalihan beban subsidi ke APBN 2023

Besarnya proyeksi subsidi dan kompensasi energi , pemerintah pun memutuskan menaikkan harga BBM.

Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara. Foto humas Kemenkeu

Subsidi dan kompensasi energi yang dianggarkan pemerintah menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022, yang telah disesuaikan dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98 Tahun 2022 resmi menjadi Rp502, 4 triliun. Alokasi tersebut antara lain untuk subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yakni, Pertalite 23 juta kilo liter (kl) dan Solar 15 juta kl serta LPG yang totalnya sebesar Rp149,4 triliun, listrik Rp59,6 triliun, dan kompensasi BBM Rp252,5 triliun, serta kompensasi listrik Rp41 triliun.

Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan, anggaran subsidi dan kompensasi ini bisa makin membengkak hingga Rp698 triliun dengan estimasi harga Indonesian Crude Price (ICP) dalam delapan bulan ke depan selalu di atas US$100 yaitu kisaran US$105 per barel dengan kurs Rupiah sekitar Rp14.700-Rp14.800. Peningkatan konsumsi BBM ini seiring dengan peningkatan mobilitas masyarakat, maka diproyeksikan volume BBM yang disubsidi mencapai 29 juta kl Pertalite dan 17,4 juta kl Solar.

“Nah sekarang kita lihat enggak cukup subsidi Rp502,4 triliun, jadi tetap nanti akan lebih dan sepertinya menambah Rp195 triliun menjadi Rp698 triliun hampir Rp700 triliun. Ini yang kita komunikasikan sejak beberapa minggu terakhir ini,” kata Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara usai rapat kerja Menteri Keuangan dengan Komisi XI DPR, Senin (5/9).

Dengan besarnya proyeksi subsidi dan kompensasi energi tersebut, maka pemerintah pun memutuskan menaikkan harga BBM. Hal ini menurut Suahasil agar beban Rp698 triliun bisa berkurang sedikit paling tidak di Rp650 triliun, walaupun jumlah ini masih lebih besar dari Perpres 98/2022.

Selanjutnya, tambahan proyeksi pembengkakan subsidi dan kompensasi sebesar Rp195 triliun akan dibebankan pada APBN 2023. Namun menurut Suahasil, proses pengalihan beban tersebut akan dibicarakan lebih lanjut dengan DPR, dan memerlukan tata kelola yang dilakukan.