Dari flu Spanyol ke Covid-19: Di balik ruwetnya nama virus dan penyakit

Virus dan penyakit baru kerap diasosiasikan dengan wilayah geografis dan bangsa tertentu.

Ilustrasi varian baru Covid-19. Alinea.id/MT Fadillah

Tepat di pengujung Mei 2021, World Health Organization (WHO) mengumumkan penyederhanaan nama untuk varian-varian baru Sars-Cov-2, virus penyebab Covid-19. Jika sebelumnya menggunakan gabungan huruf dan angka yang terkadang rumit, kini varian-varian baru itu dilabeli dengan alfabet Yunani. 

Varian-varian baru yang tergolong lebih berbahaya (varian of concern/VoC) semisal varian B117 yang pertama terdeteksi di Kent, Inggris dan varian  B1351 yang berkembang di Afrika Selatan kini berturut-turut bernama varian alpha dan beta. Varian P1 (Brasil) saat ini dilabeli varian gamma dan varian B16172 (India) bernama delta.

"Label ini dipilih setelah konsultasi panjang dan mengulas berbagai sistem penamaan. WHO membahasnya bersama kelompok-kelompok pakar dari seluruh dunia, termasuk di antaranya pakar yang menyusun sistem penamaan virus saat ini, pakar nomenklatur dan taksonomi virus, peneliti dan pejabat pemerintah," tulis WHO di situs resminya. 

Langkah tersebut langsung disambut publik dengan gembira. Itu setidaknya terlihat dari survei yang digelar jurnal saintifik Nature yang dirilis 1 Juni 2021. Dari 1.362 responden, sekitar 40% menyatakan bakal menggunakan nama baru dari WHO dan sekitar 30% lainnya menggunakan kombinasi nama tergantung konteks. 

Sisanya menyatakan masih akan menggunakan nama varian berbasis geografi atau asal muasal-virus semisal varian India, Inggris dan Brasil atau menggunakan nama ilmiah yang sebelumnya dipakai untuk menamai varian-varian tersebut.