close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi varian baru Covid-19. Alinea.id/MT Fadillah
icon caption
Ilustrasi varian baru Covid-19. Alinea.id/MT Fadillah
Sosial dan Gaya Hidup - Kesehatan
Jumat, 23 Mei 2025 06:19

Varian baru Covid-19 yang membuat lonjakan kasus infeksi

Varian Covid-19 JN.1 mendominasi infeksi.
swipe

Diam-diam, Covid-19 muncul kembali. Membuat lonjakan kasus di beberapa negara di Asia. Negara-negara yang mengalami lonjakan kasus Covid-19 paling tajam dalam infeksi dan kasus parah, antara lain Hong Kong, China, Singapura, dan Thailand. Di Hong Kong, seperti dilaporkan Nation Thailand, pada 3 Mei lalu ada 31 kasus parah yang dilaporkan—puncak dalam 12 bulan terakhir.

Di Singapura, dilaporkan pada 3 Mei lalu kasus Covid-19 meningkat 28%, mencapai 14.200 kasus. Jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit akibat virus itu juga meningkat sekitar 30%. Di China, tingkat tes positif Covid-19 di rumah sakit meningkat lebih dari dua kali lipat dalam lima minggu menjelang 4 Mei lalu.

Bahkan, di China lonjakan positif Covid-19 di antara pasien dengan gejala seperti flu meningkat dari 7,5% menjadi 16,2%, seperti dilaporkan Economic Times.

Di Thailand, antara 11 dan 17 Mei ada 33.030 infeksi baru, dengan lebih dari 6.000 di antaranya terjadi di Bangkok. Di India, seperti dilaporkan Economic Times, otoritas kesehatan setempat mengatakan situasi masih tetap “terkendali” karena hanya sedikit peningkatan di beberapa negara bagian. Hingga 19 Mei lalu, kasus Covid-19 di India dilaporkan sebanyak 257. Sebagian besar kasusnya ringan, tidak terkait keparahan atau kematian.

Disebut Nation Thailand, pihak berwenang di Singapura percaya, penyebab utama masifnya penularan Covid-19 adalah menurunnya kekebalan di antara penduduk, setelah lama tidak mendapatkan vaksinasi penguat atau terpapar virus. Di Thailand, lonjakan kasus Covid-19 terjadi setelah festival Songkran pada April lalu, yang melibatkan banyak orang dan dipercaya telah mempercepat penularan.

Munculnya kembali Covid-19 selama musim panas menjadi penyebab kekhawatiran, karena bertentangan dengan asumsi sebelumnya bahwa virus tersebut akan berperilaku serupa dengan flu musiman, yang biasanya mereda pada bulan-bulan yang lebih hangat.

Di Singapura, menurut Economic Times, telah dikonfirmasi kalau LF.7 dan NB.1.8, yang merupakan garis keturunan varian JN.1, menginfeksi lebih dari dua pertiga dari semua kasus Covid-19 di sana. Di Thailand, varian XEC, sub-strain Omicron lainnya, juga beredar dan berkontribusi terhadap lonjakan kasus di sana.

Di India, dikutip dari Independent, meski JN.1 belum dikonfirmasi secara resmi sebagai penyebab kasus terbaru di India, tetapi pihak berwenang telah mengakui eksistensinya di negara tersebut sejak akhir 2023, dengan lebih dari 1.000 infeksi di 17 negara bagian.

Apa itu varian JN.1 dan XEC?

JN.1 pertama kali terdeteksi di Amerika Serikat pada Agustus 2023. World Health Organization (WHO) mengklasifikasikannya sebagai “varian yang unik” pada Desember 2023. Sejak saat itu, varian ini menjadi strain yang paling umum di dunia. Menurut WHO, JN.1 mencakup hampir 94% kasus Covid-19 yang diurutkan di seluruh dunia, yang telah menyebar ke lebih dari 120 negara.

Dilansir dari Mint, JN.1 adalah turunan dari garis keturunan Omicron BA.2.86. Menurut Johns Hopkins Medicine, JN.1 telah memperoleh kemampuan untuk menularkan secara efisien melalui satu atau dua mutasi tambahan. Varian ini mengandung sekitar 30 mutasi untuk menghindari kekebalan, lebih banyak ketimbang semua varian lain.

“Perbedaan antara BA.2.86 dan JN.1 adalah JN.1 memiliki satu mutasi pada protein lonjakannya, perubahan tunggal yang mungkin tidak mengubah salah satu ciri yang menjadi ciri virus, meski penelitian awal menunjukkan, hal itu mungkin memberikan kemampuan menghindar kekebalan ekstra,” tulis Yale Medicine, dikutip dari Mint.

Gejala JN.1 termasuk batuk kering, kehilangan indra perasa atau penciuman, sakit kepala, hidung meler atau tersumbat, kelelahan, sakit tenggorokan, dan demam. Ada beberapa dugaan JN.1 juga menyebabkan diare lebih parah daripada varian sebelumnya.

Walau penyebarannya cepat, namun WHO—dikutip dari Independent—menilai risiko kesehatan global tambahan yang ditimbulkan dari JN.1 tergolong rendah.

Sementara varian XEC yang menyebar di Thailand, menurut Yale Medicine, merupakan subvarian strain Omicron yang telah menghasilkan banyak keturunan sejak muncul di Amerika Serikat pada 2021. XEC pertama kali terdeteksi di Jerman pada Juni 2024, lalu menyebar dengan cepat ke seluruh wilayah Eropa.

Pada awal Desember 2024, XEC bertanggung jawab atas sekitar 45% infeksi Covid-19 di Amerika Serikat, diikuti varian KP3.1.1 yang mencakup 24% infeksi.

“Salah satu alasan kekhawatiran adalah XEC telah bergerak cukup cepat hingga melampaui pertumbuhan semua varian SARS-CoV-2 lainnya di beberapa wilayah di Eropa,’ ujar spesialis penyakit menular di Yale Medicine, Scott Roberts.

Roberts mengatakan, XEC merupakan strain rekombinan—hibrida yang dihasilkan dari penggabungan dan penataan ulang dua subvarian Covid-19 yang sudah ada sebelumnya: subgaris keturunan Omicron KP.3.3 (keturunan varian FLiRT) dan KS.1.1. Penggabungan itu bisa terjadi ketika satu orang terinfeksi dengan dua jenis virus yang berbeda. Perbedaan lainnya, galur XEC punya setidaknya satu mutasi baru di luar kedua galur tersebut pada protein lonjakannya.

Gejalanya masih meliputi batuk, hidung tersumbat atau berair, diare, demam, sesak napas, dan kehilangan indra perasa atau penciuman.

“Kabar baiknya adalah sejauh ini tidak ada bukti yang menyatakan XEC menimbulkan gejala yang berbeda atau penyakit yang lebih parah daripada jenis virus baru lainnya, meskipun infeksi Covid-19 selalu menjadi kekhawatiran bagi orang-orang tertentu, termasuk mereka yang berusia lebih tua atau memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah,” tulis Yale Medicine.

Sementara itu, dikutip dari Antara, juru bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Mohammad Syahril menyebut, pemerintah Indonesia mewaspadai penyebaran Covid-19 varian KP.1 dan KP.2. Syahril mengatakan, varian JN.1 telah mendominasi sebagian besar negara, yakni 54,3%. Lalu, proporsi gabungan KP.1 dan KP.2 saat ini mencapai lebih dari dua pertiga kasus Covid-19 di Singapura.

Hingga 3 Mei 2024, katanya, WHO mengklasifikasikan KP.2 sebagai varian dalam pemantauan. Berdasarkan data Global Initiative on Sharing All Influenza Data (GISAID) yang dihimpun ASEAN BioDiaspora Virtual Center per 19 Mei 2024, varian JN.1 bersirkulasi di kawasan Asia Tenggara pada 2023-2024.

"Sampai Mei 2024, kasus Covid-19 yang beredar di Indonesia didominasi oleh subvarian Omicron JN.1.1, JN.1, dan JN.1.39. Kalau subvarian KP, belum ditemukan,” ujar Syahril dikutip dari Antara.

img
Fandy Hutari
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan