Macron, sekularisme, dan bagaimana kita bersikap

Rentetan aksi kekerasan di Prancis terjadi belakangan ini. Pernyataan Macron dan kartun di Charlie Hebdo diduga jadi pemicu.

Ilsutrasi Presiden Prancis Emmanuel Macron./Alinea.id/Oky Diaz.

Wisnu Uriawan, seorang mahasiswa asal Indonesia yang sudah tinggal di Lyon, Prancis selama dua tahun mengatakan, situasi pascainsiden di Nice dan Lyon masih aman untuk WNI.

“Kebetulan lockdown juga. Jadi, mengurangi aktivitas di luar rumah,” kata Wisnu yang tengah studi di The Institut National des Sciences Appliquees de Lyon (INSA Lyon), saat dihubungi reporter Alinea.id, Kamis (5/11).

Menurut Wisnu, Pemerintah Prancis kembali menerapkan lockdown untuk mencegah penyebaran Covid-19 sejak Jumat (30/10). Selain menghadapi virus, Prancis pun tengah diguncang teror. Rentetan insiden berdarah muncul sejak pertengahan Oktober.

Pada 16 Oktober 2020, seorang guru sejarah dan geografi, Samuel Paty tewas dipenggal pemuda asal Checnya. Sebelumnya, ia memperlihatkan kartun Nabi Muhammad kepada murid-muridnya ketika membahas soal kebebasan berekspresi di kelas.

Setelah itu, pada 29 Oktober 2020 di Nice, tiga orang tewas ditikam, salah seorang nyaris terpenggal. Pelakunya, seorang pemuda yang berasal dari Tunisia. Tak berselang lama, pada 31 Oktober 2020, seorang pendeta ortodoks Yunani ditembak ketika hendak menutup pintu gereja di Lyon.