Nixon, Putin, dan "rekayasa" kegilaan mereka

Presiden Rusia Vladimir Putin kembali mengumbar ancaman bakal menjatuhkan bom nuklir ke Ukraina. Apakah dia benar-benar gila?

Presiden Vladimir Putin terlihat di layar saat memberikan pidato kenegaraan di hadapan Majelis Federal di Moskow, Rusia, Rabu (15/1). ANTARA FOTO/REUTERS/Maxim Shemetov

Saat Richard Nixon diinaugurasi jadi Presiden Amerika Serikat pada 20 Januari 1969, Perang Vietnam telah berusia sekitar 14 tahun. Beberapa bulan sebelumnya, pertemuan-pertemuan antara delegasi Vietnam dan AS untuk membahas deeskalasi konflik telah diinisiasi di Paris, Prancis. Namun, negosiasi-negosiasi itu tak membuahkan hasil. 

Di dalam negeri, gelombang protes anti-Perang Vietnam terus melanda sejumlah kota di AS. Jenuh akan perang yang tak berkesudahan, publik ingin militer AS segera ditarik dari Vietnam. Apalagi, jumlah prajurit AS yang mati karena perang itu melonjak hingga belasan ribu orang per tahun sejak 1966.

Turut merasakan imbas politis Perang Vietnam saat jadi Wapres AS, Nixon kian tak sabaran. Ia ingin ada solusi "kilat" untuk mengakhiri perang itu. Sekitar enam bulan setelah Nixon resmi berkantor di Gedung Putih, rencana menggelar operasi militer bertajuk Duck Hook pun disusun anak-anak buah Nixon. 

Dalam sebuah dokumen resmi yang kini telah dirilis ke publik, operasi itu dijelaskan bakal berupa serangkaian pengeboman instalasi militer dan simpul-simpul perekonomian di sekitar Hanoi, pelabuhan di Haiphong, serta tanggul-tanggul di kawasan yang dikuasai kelompok komunis Vietnam. Opsi bom nuklir juga dibuka. 

"Karena kita tak bisa memprediksi pada titik mana Hanoi (ibu kota Vietnam Utara ketika itu) akan merespons positif, kita harus siap menjalankan semua opsi. Untuk mempengaruhi Hanoi, aksi yang dijalankan harus brutal," tulis penasihat keamanan Nixon, Henry Kissinger, dalam sebuah memo rahasia kepada Nixon.