PBB: Pelanggaran HAM di Myanmar disokong sektor bisnis

Misi Pencari Fakta PBB merilis laporan detail terkait dukungan yang didapat militer Myanmar dari sektor bisnis lokal dan internasional.

Ketua Misi Pencari Fakta PBB untuk Myanmar Marzuki Darusman (paling kiri) dan pengacara HAM internasional, Christopher Sidoti (tengah) dalam konferensi pers di Menara Thamrin, Jakarta, Senin (5/8). Alinea.id/Valerie Dante

Pada Senin (5/8), Misi Pencari Fakta PBB untuk Myanmar merilis laporan yang menyatakan bahwa militer Myanmar (Tatmadaw) mendapat dukungan finansial dari sektor bisnis lokal dan internasional. Dukungan finansial itu digunakan untuk meneruskan tindakan pelanggaran HAM di negara tersebut.

Salah satu anggota misi PBB, pengacara HAM internasional Christopher Sidoti, menyatakan bahwa sebelumnya pada September 2018 pihaknya telah mengeluarkan laporan yang mengidentifikasi dominasi Tatmadaw dalam ekonomi dan politik Myanmar.

"Kami tidak bisa melihat prospek perbaikan kondisi HAM di Myanmar tanpa ada transformasi fundamental atas cengkeraman Tatmadaw pada politik dan ekonomi negara itu. Karenanya, rekomendasi dari temuan tahun lalu adalah memutus hubungan ekonomi dengan militer Myanmar," tutur Sidoti dalam konferensi pers di Menara Thamrin, Jakarta, pada Senin.

Sidoti menyampaikan bahwa laporan teranyar pihaknya memberikan detail untuk mengimplementasikan rekomendasi dari laporan tahun lalu. 

Temuan terbaru yang didasarkan pada penyelidikan selama enam bulan terakhir, mengidentifikasi dua perusahaan dalam negeri, Myanmar Economic Holdings Limited (MEHL) dan Myanmar Economic Corporation (MEC), dimiliki oleh dua petinggi Tatmadaw. Mereka adalah Jenderal Min Aung Hlaing dan wakilnya, Soe Win.