Ultimatum AS berbau agresi, Iran tak gentar

AS mengancam akan memberi sanksi berat pada Iran jika mengabaikan ultimatum mereka.

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Michael Pompeo / Reuters

Amerika Serikat (AS) memberikan 12 ultimatum terhadap Iran pascakeluar dari kesepakatan nuklir yang dikenal dengan nama Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).  Sekitar 12 tuntutan disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Michael Pompeo dalam sebuah pidato di Heritage Foundation di Washington, Senin (21/5) waktu setempat.

Ada empat hal penting yang menjadi benang merah dalam 12 poin tuntutan AS tersebut. Pertama, Iran harus benar-benar menghentikan program nuklir yang sempat mereka kembangkan. Kedua, Iran harus menghentikan pengembangan sistem rudal balistik berkemampuan nuklir.

Ketiga, dukungan Iran terhadap sejumlah pasukan yang dicap teroris oleh AS, yang tersebar di Timur Tengah, harus dihentikan. Hizbullah, Hamas, dan Jihad Islam, termasuk dalam pasukan yang dimaksud. Lalu keempat, AS menginginkan gangguan Iran terhadap mitra dekatnya di kawasan juga dihentikan, yaitu terhadap Arab Saudi dan Israel. Caranya adalah dengan menghentikan dukungan terhadap pemberontak Houthi Yaman yang berkonflik dengan Saudi, serta menarik semua pasukan di Suriah, baik militer Iran maupun milisi yang didukung Iran, yang dinilai menjadi ancaman bagi Israel.

AS menyiapkan hukuman berat jika Iran abai terhadap tuntutan tersebut. Sanksi ekonomi super berat telah disiapkan untuk mencocok hidung Iran agar mengikuti kemauan AS.

Namun hal tersebut diyakini tidak benar-benar diinginkan oleh AS di bawah kepemimpinan Donald Trump saat ini. Pengamat politik National Iranian American Council (NIAC), Jamal Abdi, mengatakan bahwa AS tahu betul jika Iran akan membangkang pada tuntutan sepihak tersebut. Namun itu justru memberi jalan bagi AS untuk mengerahkan kekuatan militernya pada Iran, persis seperti yang terjadi pada Irak, atau Suriah pada April lalu, yang diserang karena tudingan penggunaan senjata kimia.