Masyarakat Jepang terkenal dengan budaya malu dan tanggung jawabnya yang tinggi.
Pekan lalu, Menteri Pertanian Jepang Taku Eto mengundurkan diri usai melontarkan pernyataan tentang beras. Hal itu memicu kritik dari para pemilih dan anggota parlemen. Pada sebuah pesta pengumpulan dana politik, dikutip dari Reuters, Eto mengungkapkan kalau dia tidak pernah membeli beras berkat hadiah dari para pendukungnya.
Komentar tersebut memantik kecaman keras dari para pemilih, yang sebelumnya marah karena harga makanan pokok yang sangat tinggi akibat panen yang buruk dan meningkatnya permintaan karena pariwisata.
“Saya membuat pernyataan yang sangat tidak pantas di saat warga sedang menderita akibat melonjaknya harga beras,” kata Eto kepada wartawan setelah menyerahkan pengunduran dirinya di kantor perdana menteri, dikutip dari Reuters.
Budaya malu dan tanggung jawab lekat pada para pejabat Jepang. Pada 2010, Perdana Menteri Yukio Hatoyama mengundurkan diri dari jabatannya yang baru diemban delapan bulan karena tidak bisa memenuhi janji kampanye untuk memindahkan pangkalan militer Amerika Serikat ke tempat yang lebih sepi di Okinawa.
Di tahun yang sama, Perdana Menteri Naoto Kan mengundurkan diri karena merasa tidak bisa menyelesaikan krisis nuklir di PLTN Fukushima. Lalu, Perdana Menteri Fumio Kishida yang menjabat pada 2021, memutuskan mengundurkan diri pada 2024 karena skandal korupsi yang terjadi di partai politik yang dipimpinnya, Partai Demokrat Liberal.