close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Shinjiro Koizumi. Foto: The Japan Times
icon caption
Shinjiro Koizumi. Foto: The Japan Times
Bisnis
Jumat, 23 Mei 2025 13:10

Menteri Pertanian Jepang yang baru dan lelucon 'tukang jualan kantong beras'

Koizumi kerap dituding sebagai nepo baby.
swipe

Di tengah gempuran krisis global dan tekanan harga dalam negeri, pemerintah Jepang berjibaku menjaga stabilitas di sektor-sektor vital. Salah satu yang paling menyentuh kehidupan rakyat adalah harga beras—komoditas utama yang kini melambung nyaris dua kali lipat dalam beberapa tahun terakhir.

Dalam upaya menstabilkan harga pangan, sorotan publik jatuh pada Menteri Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan, Taku Eto. Namun, alih-alih memperkuat kepercayaan masyarakat, Eto justru terpeleset dalam pernyataan publiknya. Saat berpidato pada 18 Mei lalu, ia melontarkan kalimat yang langsung menjadi bumerang politik: “Saya tidak pernah membeli beras. Pendukung saya memberikannya begitu banyak hingga saya bisa menjualnya.”

Ucapan itu segera menimbulkan gelombang kritik. Di tengah ketidakpastian ekonomi, pernyataan seperti itu terdengar jauh dari empati. Tiga hari berselang, Eto mengundurkan diri. Pemerintah cepat mengisi kekosongan tersebut dengan menunjuk Shinjiro Koizumi, politisi muda dari Partai Demokrat Liberal (LDP) sekaligus anak dari mantan Perdana Menteri Junichiro Koizumi.

Koizumi dikenal publik bukan semata karena darah birunya, tetapi juga karena langkah kebijakan kontroversial saat menjabat sebagai Menteri Lingkungan Hidup. Dialah sosok di balik kebijakan pungutan kantong plastik tiga yen di toko-toko, yang kala itu menuai pujian sekaligus keluhan. Maka, ketika namanya diumumkan sebagai pengganti Eto, respons publik langsung bermunculan—kebanyakan berupa lelucon.

Di media sosial X (sebelumnya Twitter), tagar “biaya karung beras” dengan cepat mendominasi percakapan. Ratusan unggahan dalam hitungan jam menyindir latar belakang Koizumi dengan humor khas warganet Jepang:

“Sekarang, jangan-jangan kita juga harus bayar untuk karung beras?”
“Saya hanya berharap dia tak mengenakan tarif buat plastik pembungkus beras.”
“Mungkin ini cara dia turunkan harga: karung beras bayar, isinya diskon.”

Pola reaksi ini bukan yang pertama bagi Koizumi. Saat menjabat sebagai Menteri Lingkungan Hidup, ia pernah berkata bahwa isu perubahan iklim harus dibuat “menyenangkan, keren, dan seksi.” Ungkapan itu—meski menggunakan bahasa Inggris yang tepat—diterima secara canggung oleh publik Jepang. Banyak yang mengolok-oloknya, menuding ia terlalu gaya, bahkan menuduhnya terobsesi secara pribadi terhadap isu lingkungan.

Koizumi kerap dituding sebagai nepo baby—anak tokoh besar yang menanjak karena garis keturunan, bukan kapasitas. Namun, tak bisa disangkal, ia adalah salah satu dari sedikit politisi muda Jepang yang berani membuat gebrakan. Kebijakannya bisa jadi tak populer, tapi ia menciptakan dampak nyata.

Kini, tantangan berbeda menantinya. Dunia pertanian bukan wilayah yang pernah disentuh Koizumi secara mendalam. Penunjukannya lebih terasa seperti rotasi jabatan untuk loyalis LDP, ketimbang penempatan ahli yang memahami betul dinamika lapangan. (japan news, theeditor)

img
Fitra Iskandar
Reporter
img
Fitra Iskandar
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan