Apakah pengadopsi spirit doll memiliki gangguan jiwa? Ini penjelasan psikolog

Spirit doll tidak berbeda dengan kepercayaan berbau klenik dalam menyimpan keris, patung, atau benda-benda bertuah lainnya.

ilustrasi. foto Pixabay

Tren adopsi spirit doll belakangan mengemuka di Indonesia setelah sejumlah publik figur terang-terangan mengadopsi boneka arwah. Sebagian dari kita mungkin akan bertanya-tanya, apakah orang yang memelihara spirit doll adalah orang dengan gangguan jiwa? Pasalnya orang yang memelihara boneka ini rela mengeluarkan dana layaknya mengasuh anak sendiri. Padahal, spirit doll tak lebih dari sekadar benda mati.

Psikolog Klinis, Adityana Kasandra Putranto, mengatakan kita tidak bisa serta merta melabeli para pengadopsi spirit doll atau boneka arwah sebagai pengidap gangguan jiwa atau depresi. Pasalnya untuk sampai ke sana, harus ada pemeriksaan psikoligis terlebih dahulu. 

“Setiap perilaku pasti ada alasan dan motifnya,” ujar Adityana lewat pesan singkat kepada Alinea.id, Senin (3/1). Pemeriksaan harus dilakukan termasuk untuk orang-orang yang tidak memiliki anak namun lebih memilih mengadopsi spirit doll.

Adityana menambahkan khusus untuk boneka arwah, biasanya orang-orang yang mengadopsinya memiliki keyakinan bahwa boneka arwah bisa melindungi, membawa rezeki, dan lainnya. Hal ini tidak berbeda dengan kepercayaan berbau klenik dalam menyimpan keris, patung, atau benda-benda bertuah lainnya.

Boneka arwah atau spirit doll sendiri awalnya berkembang di Thailand sekitar 2014 silam. Boneka ini dipercaya membawa roh anak kecil melalui ritual pemujaan terhadap Dewi Parwati. Dewi Parwati bertugas untuk memanggil arwah anak kecil untuk bersemayam di dalam boneka yang diinginkan. Menurut kepercayaan, boneka arwah bisa membawa keberuntungan bagi yang merawatnya.