close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi anak penyandang ADHD. /Foto Unsplash
icon caption
Ilustrasi anak penyandang ADHD. /Foto Unsplash
Sosial dan Gaya Hidup
Selasa, 14 Oktober 2025 07:04

Dari usus ke otak: Petunjuk baru soal ADHD dan pola makan kita

Riset baru menunjukkan mikroba usus bisa memengaruhi fokus, emosi, dan gejala ADHD. Apa yang kita makan mungkin lebih penting dari yang kita kira.
swipe


Gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas — atau yang lebih dikenal dengan ADHD (attention-deficit/hyperactivity disorder) — kini menjadi salah satu kondisi kesehatan mental paling umum yang dialami anak-anak usia sekolah. Dalam dua dekade terakhir, jumlahnya melonjak drastis: dari sekitar 6 persen menjadi lebih dari 10 persen.

Bagi anak-anak dengan tipe hiperaktif, tubuh mereka seolah menyimpan mesin roket yang ditahan dengan rem sepeda. Energi mereka meluap, tapi fokusnya tercecer ke segala arah. Mereka ingin menyelesaikan satu hal, namun di kepala sudah berjejal lima proyek baru yang menunggu giliran. 

Sebagian anak tumbuh dan perlahan menemukan cara berdamai dengan ritme tubuh itu. Tetapi, tidak semuanya. ADHD juga menjangkiti orang dewasa, dengan jejak genetik yang kuat — meski gen bukan satu-satunya cerita di baliknya.

Beragam riset digelar untuk mencari "obat" yang efektif bagi ADHD. Teranyar, sebuah review atas puluhan riset terkait ADHD menemukan korelasi antara kandungan mikroba dalam tubuh seseorang dengan kondisi ADHD. 

Riset yang dilakoni Marcela França Dias dan tim peneliti Universidade Federal de Minas Gerais (UFMG) di Brasil itu sudah terbit Journal of Psychiatric Research, belum lama ini. Dalam risetnya, mereka menemukan penyandang ADHD cenderung memiliki kadar Ruminococcus gnavus yang tinggi dan kadar Faecalibacterium yang rendah.

"Tingginya kandungan Agathobacter dan Ruminococcus gnavus serta rendahnya kader Faecalibacterium ditemukan pada individu-individu penyandang riset," jelas Dias dan kawan-kawan dalam laporan mereka. 

Kombinasi ini bukan kebetulan. Para peneliti menduga, mikroba usus bisa memengaruhi ADHD lewat dua jalur utama. Pertama, lewat dopamin, zat kimia otak yang mengatur motivasi dan fokus. Kedua, lewat peradangan yang perlahan mengubah cara otak bekerja. 

Ruminococcus gnavus sebenarnya bakteri normal di usus manusia. Tetapi, bila jumlahnya berlebih, ia bisa berulah — memicu irritable bowel syndrome (IBS), penyakit radang usus, hingga diabetes dan kanker kolon.

Sebaliknya, Faecalibacterium adalah penjaga damai di usus. Bakteri itu memproduksi butirat, asam lemak baik yang menyembuhkan lapisan dinding usus dan mencegah racun masuk ke aliran darah — termasuk ke otak.

Hubungan antara usus dan otak — yang dikenal sebagai poros usus-otak (gut-brain axis) — sudah lama menjadi perhatian para ilmuwan. Mikroba kecil di dalam perut, rupanya, bisa ikut mengatur suasana hati, kemampuan berpikir, bahkan kestabilan emosi. Jadi, bukan hal aneh jika ia juga memengaruhi gejala ADHD.

Dias dan kawan-kawan mengakui review yang mereka lakukan tak sepenuhnya menunjukkan kausalitas antara kandungan mikroba dalam tubuh dan ADHD. Terlebih, hasil riset yang mereka evaluasi kerap bertentangan. "Tidak ada pola jelas terkait (kandungan mikroba dan) ADHD yang bisa dibangun," jelas mereka. 

Ilustrasi Alinea.id/Aisya Kurnia.

Ubah pola makan

Meski begitu, pakar mikrobiota Scott C. Anderson mengapresiasi riset yang dijalankan Dias dan kawan-kawan. Menurut Anderson, hasil riset itu bisa jadi kabar baik bagi para penyandang ADHD. Tak lagi butuh obat, gejala ADHD bisa direduksi dengan pilihan makanan. 

"Jika ingin memperbaiki fokus dan menenangkan diri, mungkin bukan dosis obat yang perlu diubah, tapi apa yang kita makan. Mikroba baik di usus butuh makanan kesukaannya: serat," kata Anderson seperti dikutip dari Psychology Today, Selasa (14/10). 

Serat, kata Anderson, nyaris tak ada di donat atau es krim. Ia menduga kekurangan serat dalam makanan olahan modern mungkin menjadi biang keladi dari melonjaknya kasus-kasus ADHD dalam beberapa dekade terakhir. 

"Padahal, solusinya sederhana: lebih banyak sayur dan biji-bijian. Kacang-kacangan, bawang, artichoke, dan lentil sarat serat. Begitu juga dengan buah beri — raspberry, blueberry, stroberi — yang bijinya kecil tapi kaya nutrisi," ujar Anderson. 

Bagi yang sedang mengonsumsi obat ADHD, Anderson tak menyarankan mereka untuk berhenti tiba-tiba. "Tapi, berbincanglah dengan dokter, bawa kabar baik ini. Mengubah pola makan secara konsisten bisa jadi langkah kecil yang memperbesar peluang untuk menurunkan dosis obat — tanpa kehilangan kendali diri," imbuhnya. 
 

img
Christian D Simbolon
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan