Meskipun nyata, PPPD masih belum banyak dibicarakan.
Selama ini, depresi pascapersalinan atau post-partum depression (PPD) lebih sering dikaitkan dengan para ibu. Namun, banyak yang belum menyadari bahwa kondisi serupa juga bisa dialami oleh para ayah, dan dalam dunia medis dikenal sebagai paternal post-partum depression (PPPD). Ini bukan sekadar perasaan stres sesaat karena menjadi orang tua, melainkan kondisi mental yang bisa berdampak serius jika tidak dikenali dan ditangani sejak dini.
Menurut Dr. Teng Jia Ying, psikiater dari Rumah Sakit Mount Elizabeth Novena yang dikutip oleh AsiaOne, PPPD merupakan episode depresi yang dialami oleh ayah setelah kelahiran anak. Penyebabnya pun beragam, mulai dari tekanan peran baru sebagai ayah, beban finansial, konflik dalam rumah tangga, hingga rasa kewalahan mengurus anak. Bahkan ayah yang sudah berpengalaman bisa terkena, apalagi jika tanggung jawab dalam pengasuhan bertambah berat.
Tak hanya soal tekanan psikologis, ternyata secara biologis pun pria mengalami perubahan saat menyambut kelahiran anak. Dr. Teng menjelaskan bahwa hormon seperti testosteron, estrogen, prolaktin, dan kortisol pada pria juga mengalami penurunan selama masa kehamilan pasangan hingga beberapa bulan setelah bayi lahir. Perubahan ini sebenarnya mendukung pembentukan ikatan emosional dengan bayi, tapi juga bisa meningkatkan kerentanan terhadap depresi.
Kenapa PPPD jarang terdeteksi?
Meskipun nyata, PPPD masih belum banyak dibicarakan. Minimnya kesadaran menjadi faktor utama kondisi ini kerap tidak terdiagnosis. Dr. Precelia Lam dari Raffles Medical menyebutkan bahwa kesadaran masyarakat tentang PPD pada pria jauh lebih rendah dibanding pada wanita. Akibatnya, banyak kasus yang tidak ditangani dan dibiarkan begitu saja.