close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi ayah dan bayinya. Foto: Pixabay
icon caption
Ilustrasi ayah dan bayinya. Foto: Pixabay
Sosial dan Gaya Hidup
Rabu, 09 Juli 2025 17:00

Depresi Pascapersalinan tidak hanya dialami ibu, ayah pun bisa mengalaminya

Meskipun nyata, PPPD masih belum banyak dibicarakan.
swipe

Selama ini, depresi pascapersalinan atau post-partum depression (PPD) lebih sering dikaitkan dengan para ibu. Namun, banyak yang belum menyadari bahwa kondisi serupa juga bisa dialami oleh para ayah, dan dalam dunia medis dikenal sebagai paternal post-partum depression (PPPD). Ini bukan sekadar perasaan stres sesaat karena menjadi orang tua, melainkan kondisi mental yang bisa berdampak serius jika tidak dikenali dan ditangani sejak dini.

Menurut Dr. Teng Jia Ying, psikiater dari Rumah Sakit Mount Elizabeth Novena yang dikutip oleh AsiaOne, PPPD merupakan episode depresi yang dialami oleh ayah setelah kelahiran anak. Penyebabnya pun beragam, mulai dari tekanan peran baru sebagai ayah, beban finansial, konflik dalam rumah tangga, hingga rasa kewalahan mengurus anak. Bahkan ayah yang sudah berpengalaman bisa terkena, apalagi jika tanggung jawab dalam pengasuhan bertambah berat.

Tak hanya soal tekanan psikologis, ternyata secara biologis pun pria mengalami perubahan saat menyambut kelahiran anak. Dr. Teng menjelaskan bahwa hormon seperti testosteron, estrogen, prolaktin, dan kortisol pada pria juga mengalami penurunan selama masa kehamilan pasangan hingga beberapa bulan setelah bayi lahir. Perubahan ini sebenarnya mendukung pembentukan ikatan emosional dengan bayi, tapi juga bisa meningkatkan kerentanan terhadap depresi.

Kenapa PPPD jarang terdeteksi?

Meskipun nyata, PPPD masih belum banyak dibicarakan. Minimnya kesadaran menjadi faktor utama kondisi ini kerap tidak terdiagnosis. Dr. Precelia Lam dari Raffles Medical menyebutkan bahwa kesadaran masyarakat tentang PPD pada pria jauh lebih rendah dibanding pada wanita. Akibatnya, banyak kasus yang tidak ditangani dan dibiarkan begitu saja.

Selain itu, ada tekanan sosial yang membuat pria enggan mengungkapkan kesulitan emosional mereka. Budaya maskulinitas membuat banyak ayah merasa bahwa mereka harus selalu “kuat” dan tidak boleh menunjukkan kerentanan. Dr. Fong Yang dari Aspire Centre for Women and Fertility menambahkan, dalam banyak kasus, pria justru merasa takut dianggap lemah jika mengaku mengalami tekanan emosional setelah kelahiran anak.

Lebih jauh lagi, dalam hubungan heteroseksual, proses kehamilan dan kelahiran sering kali dianggap sebagai urusan ibu. Para ayah mungkin tidak terlalu dilibatkan dalam kelas pranatal, pemeriksaan kehamilan, atau bahkan saat persalinan. Peran mereka sering direduksi hanya sebagai “pendukung” yang harus kuat dan tenang. Padahal, mereka juga mengalami berbagai gejolak batin yang seharusnya mendapat perhatian.

Dampak jika dibiarkan

Depresi pascapersalinan pada ayah bukan hal yang bisa dianggap sepele. Jika tidak ditangani, PPPD bisa membuat seorang ayah menarik diri dari keluarga, menjauh dari anak, bahkan kehilangan minat pada aktivitas sehari-hari. Dalam jangka panjang, kondisi ini bisa memengaruhi hubungan ayah-anak dan mengganggu perkembangan emosional anak.

Dr. Teng juga mengingatkan bahwa PPPD yang tidak diobati bisa menimbulkan gejala serius, seperti pikiran untuk menyakiti diri sendiri atau bahkan bunuh diri. Tak hanya itu, anak-anak dari ayah yang mengalami PPPD juga berisiko lebih tinggi mengalami masalah perilaku dan emosional saat tumbuh dewasa.

Apa saja tanda-tandanya?

  • PPPD bukan sekadar stres sesaat atau kelelahan biasa. Beberapa gejalanya antara lain:
  • Menarik diri dari keluarga dan teman
  • Kehilangan semangat dan motivasi
  • Perubahan pola makan dan tidur
  • Hilangnya minat terhadap hobi
  • Mudah marah, agresif, atau impulsif
  • Penyalahgunaan alkohol atau zat adiktif
  • Pikiran negatif tentang diri sendiri, pasangan, atau anak

Gejala-gejala ini bisa muncul kapan saja selama tahun pertama setelah bayi lahir. Dalam kasus yang lebih parah, bisa muncul paranoia, delusi, atau halusinasi.

Siapa yang Berisiko?

Beberapa faktor yang meningkatkan risiko PPPD antara lain:

  • Riwayat gangguan mental
  • Tekanan finansial
  • Hubungan yang tidak harmonis dengan pasangan atau mertua
  • Kurangnya dukungan sosial
  • Pasangan (ibu) juga mengalami PPD

Faktor terakhir ini penting dicatat. Sebuah studi menunjukkan bahwa pria memiliki risiko 2,5 kali lipat lebih tinggi mengalami depresi jika pasangan mereka juga mengalaminya.

Bantuan Itu ada, dan ayah berhak mendapatkannya

Kabar baiknya, bantuan tersedia. Para ahli mendorong para ayah untuk tidak ragu mencari pertolongan jika merasa kewalahan. Baik itu kepada keluarga, teman, atau tenaga profesional. Mengakui bahwa kita sedang kesulitan bukan tanda kelemahan, tapi langkah penting untuk menjadi orang tua yang sehat secara emosional.

Dr. Lam menekankan bahwa dalam era kesetaraan gender saat ini, kesehatan mental bukan hanya hak perempuan. Pria juga berhak merasa rentan, dan berhak untuk mendapatkan dukungan.

Salah satu langkah awal yang disarankan adalah memanfaatkan cuti ayah untuk benar-benar terlibat dalam pengasuhan dan menjalin ikatan dengan bayi. Menyisihkan waktu untuk diri sendiri, menjaga tidur dan pola makan, serta tetap terhubung dengan komunitas juga dapat membantu menjaga kesehatan mental.

Ada juga program edukatif dan dukungan sosial yang kini mulai banyak tersedia, seperti program dari Centre for Fathering atau Dads for Life di Singapura, yang memberikan pelatihan, lokakarya, dan ruang diskusi bagi para ayah.

Menjadi ayah Itu berat, tapi tidak harus dilalui sendiri

Peran sebagai ayah memang penuh tanggung jawab. Namun bukan berarti harus menanggung semuanya sendirian. Dengan mengenali tanda-tanda PPPD, membuka ruang diskusi, dan saling mendukung, kita bisa menciptakan lingkungan keluarga yang lebih sehat—bagi anak, ibu, dan ayah itu sendiri.

Karena ayah yang sehat secara emosional adalah bagian penting dari keluarga yang bahagia. Dan meminta bantuan bukanlah kelemahan, melainkan keberanian untuk tetap hadir secara utuh bagi orang-orang yang kita cintai.(asiaone)

img
Fitra Iskandar
Reporter
img
Fitra Iskandar
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan