Sejak masa kolonial hingga Orde Baru menjadi perusahaan film propaganda penguasa.
Riefian Fajarsyah atau yang dikenal dengan Ifan Seventeen ditunjuk menjadi Direktur Utama (Dirut) PT Produksi Film Negara (PFN). Menurut juru bicara Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Putri Violla, Ifan memiliki pengalaman dan latar belakang yang cukup untuk mengembangkan serta memberi terobosan baru di PFN.
“Kita harapkan ini kan ada pemimpin muda, kita berikan kesempatan jadi dirut, jadi nanti minta tolong untuk semua, ya kita lihatlah nanti kreativitas, pengalamannya, background-nya, apa gebrakannya yang bisa dibuat untuk PFN,” ujar Putri di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (12/3), dikutip dari Antara.
Banyak kalangan meragukan Ifan memimpin PFN karena dianggap kurang kompeten. Dalam akun X, seorang sutradara pun berkomentar tidak peduli siapa pun yang jadi Dirut PFN karena PFN tidak ada gunanya bagi ekosistem perfilman. Lantas, bagaimana sebenarnya kiprah perusahaan film milik negara itu?
Bagaimana sejarah PFN?
Cikal-bakal PFN adalah Algemeene Nederland Indische Films (ANIF), yang didirikan jurnalis Belanda, Albert Balink pada pertengahan 1930-an. Perusahaan film ini kelanjutan dari Java Pasific Film yang bangkrut setelah memproduksi film Pareh.
ANIF merupakan perusahaan film milik pemerintah kolonial. Pada 22 Desember 1936, disebutkan Misbach Yusa Biran dalam buku Sejarah Film 1900–1950: Bikin Film di Jawa (2009), film berita pertama buatan ANIF diputar di Den Haag, Belanda. Film ini disebut sebagai film bersuara pertama dari Hindia. Di dalamnya direkam keramaian di Lapangan Waterloo (Lapangan Banteng), pawai ke Istana Gubernur Jenderal, Pasar Gambir, dan penghormatan kepada Gubernur Jenderal baru,