Film dokumenter yang memperluas pandangan kita tentang kesehatan masyarakat
Mempelajari kesehatan masyarakat melalui film sangat penting karena dapat menjadi media yang efektif untuk edukasi, meningkatkan kesadaran, memicu empati, serta mengajarkan strategi penanggulangan krisis kesehatan dengan cara yang menarik dan mudah dipahami.
Film dapat mengilustrasikan kompleksitas masalah kesehatan dan dampaknya pada individu dan masyarakat, sehingga membantu penonton memahami pentingnya pencegahan, respons, dan kolaborasi dalam menghadapi krisis. Berikut 4 film dokumenter yang bisa menjadi acuan tentang kesehatan masyarakat, dikutip dari Film Platform.
How to Survive a Pandemic (2022)
Disutradarai oleh David France, How to Survive a Pandemic menghadirkan potret komprehensif tentang respons global terhadap pandemi Covid-19. Dokumenter ini menyoroti perlombaan untuk mengembangkan, memproduksi, dan mendistribusikan vaksin, sekaligus mengungkap berbagai tantangan ilmiah, politik, dan sosial yang mewarnai proses tersebut.
Lebih dari sekadar kronik perjalanan vaksin, film ini juga menyoroti ketidakadilan akses vaksin di berbagai belahan dunia. Melalui wawancara mendalam dengan ilmuwan, pejabat kesehatan masyarakat, dan pembuat kebijakan internasional, penonton diajak melihat langsung dinamika di balik upaya mengekang pandemi.
How to Survive a Plague (2012)
How to Survive a Plague mengisahkan perjuangan heroik AIDS Coalition to Unleash Power (ACT UP) di tengah puncak epidemi AIDS.
Dengan memadukan rekaman arsip dan wawancara pribadi, film ini menghadirkan kisah sejarah yang memilukan tentang mahalnya harga sebuah apatisme. Penonton diajak masuk ke dalam perjuangan ACT UP melawan ketidakpedulian pemerintah, stigma sosial, dan birokrasi yang berbelit, demi memperjuangkan akses terhadap pengobatan yang bisa menyelamatkan nyawa.
Para aktivis tidak tinggal diam. Mereka melancarkan protes besar-besaran, bahkan menyusup ke industri farmasi dalam langkah-langkah radikal untuk mempercepat proses penelitian dan distribusi obat. Upaya ini bukan hanya mengubah pandangan publik terhadap AIDS, tetapi juga memicu reformasi besar dalam dunia penelitian medis, memastikan bahwa suara penderita penyakit kronis turut menentukan arah pengobatan dan perawatan mereka.
Lebih dari sekadar dokumentasi sejarah, How to Survive a Plague menegaskan pentingnya kesetaraan, akses, dan pendidikan dalam kesehatan masyarakat. Pesan ini semakin relevan di era modern, ketika pemanasan global memunculkan ancaman biologis baru dan risiko epidemi yang berkembang dengan kecepatan mengkhawatirkan.
Unseen Enemy (2017)
Unseen Enemy, film dokumenter produksi CNN yang disutradarai oleh Janet Tobias, menghadirkan gambaran mendalam tentang ancaman tak terlihat dari virus mematikan—baik yang baru muncul maupun yang sudah dikenal, seperti Ebola, Influenza, dan Zika. Film ini menelusuri bagaimana penyakit-penyakit tersebut menyebar serta bagaimana dunia medis dan kesehatan masyarakat harus mempersiapkan diri menghadapi ancaman serupa di masa depan.
Melalui kisah pribadi para penyintas dan tenaga medis di garis depan, Unseen Enemy membuka wawasan tentang dampak nyata penyakit menular terhadap individu sekaligus masyarakat global. Dokumenter ini juga menyoroti bagaimana perubahan iklim turut memperburuk risiko wabah, membuat kebutuhan akan kesiapsiagaan semakin mendesak.
Dengan sudut pandang global, film ini menekankan pentingnya sistem kesehatan yang tangguh dan respons cepat terhadap krisis, serta menyoroti tantangan besar yang dihadapi para ilmuwan dan pejabat kesehatan dalam melacak, memahami, dan menahan laju penyebaran penyakit.
Bending the Arc (2017)
Bending the Arc, dokumenter arahan Kief Davidson dan Pedro Kos, menghadirkan kisah inspiratif tentang dokter Paul Farmer, dokter Jim Yong Kim, dan aktivis Ophelia Dahl. Dalam perjuangan mereka menyediakan layanan medis berkualitas bagi masyarakat miskin di Haiti, lahirlah sebuah gerakan yang kemudian mengguncang tatanan kesehatan global.
Film ini merekam perjalanan mereka melalui organisasi yang mereka dirikan, Partners In Health (PIH), dengan kiprah di Haiti, Peru, hingga Rwanda. Meski awalnya hanya sekelompok anak muda baru lulus kuliah, mereka harus menghadapi tantangan besar: keterbatasan pengalaman, minimnya sumber daya, dan resistensi dari lembaga kesehatan internasional. Namun, lewat tekad dan keberanian, mereka berhasil membuktikan bahwa pelayanan kesehatan berkualitas bagi kaum miskin bukan sekadar impian, melainkan kebutuhan yang sangat mungkin diwujudkan.
Pendekatan PIH yang melibatkan pelatihan anggota masyarakat lokal sebagai tenaga kesehatan menciptakan model perawatan yang penuh empati, bermartabat, dan setara. Upaya ini bukan hanya menyelamatkan jutaan nyawa, tetapi juga mengubah kebijakan global serta menggoyahkan ideologi lama yang menganggap kemiskinan sebagai penghalang tak terelakkan bagi kesehatan.


