Apakah bisa mengatakan "tidak boleh main TikTok sampai tengah malam" sambil tetap menjadi sosok yang dicintai dan dipercaya?
"Lima menit lagi, ya!"
"Aku ngerjain tugasnya nanti, kok."
"Tapi ibu temanku ngizinin begadang!"
Bagi banyak orang tua, kalimat-kalimat semacam ini terdengar sangat akrab—semacam lagu lama yang terus diputar setiap kali aturan mulai ditegakkan. Anak-anak, apalagi yang mulai tumbuh mandiri, memang kerap menguji batasan. Tapi justru di situlah letak tantangannya: bagaimana caranya menetapkan batasan yang sehat tanpa merusak kedekatan hubungan dengan anak?
Pertanyaan ini menjadi sorotan dalam podcast After Bedtime With Big Little Feelings, yang dipandu oleh Deena Margolin—seorang terapis anak spesialis neurobiologi interpersonal—dan Kristin Gallant, pelatih pengasuhan anak dengan latar belakang pendidikan ibu dan anak. Dalam salah satu episodenya, mereka mengundang Aliza Pressman, pakar pengasuhan anak, untuk menggali persoalan yang hampir setiap orang tua rasakan: bagaimana menjaga batas sekaligus menjaga kedekatan?
Dan jawaban yang muncul begitu kuat sekaligus sederhana: hubungan, hubungan, hubungan.
Mengapa itu penting? Karena, seperti dijelaskan Margolin dalam kolomnya di Yahoo, ilmu pengetahuan membuktikan bahwa ikatan yang aman dan penuh kepercayaan dengan orang tua akan membentuk struktur otak anak secara langsung. Hubungan yang sehat membangun ketahanan, membantu anak bangkit setelah kesulitan, dan menumbuhkan mereka menjadi pribadi yang stabil secara emosional.