Sosial dan Gaya Hidup

Bagaimana tetris bisa memulihkan stres pasca-trauma?

Ada beberapa penelitian yang mengaitkan bermain tetris dan gejala PTSD.

Senin, 15 September 2025 08:51

Tetris, permainan puzzle video klasik ini pernah sangat populer lewat media game & wacth—di Indonesia disebut jimbot—pada dekade 1980-an dan 1990-an. Cara main gim yang diciptakan Alexey Pajitnov dari Uni Soviet pada 1985 tersebut cukup sederhana: menyusun balok-balok berbentuk geometris yang jatuh dari atas layar, guna membentuk garis horizontal yang sempurna tanpa celah, yang lalu akan menghilang.

Meski game & wacth sudah tak lagi populer saat ini, namun tetris masih dapat dengan mudah dimainkan di perangkat digital, seperti laptop, komputer, tablet, atau ponsel pintar. Siapa sangka, tetris pun dapat menurunkan risiko post-traumatic stress disorder (PTSD) atau gangguan stres pasca-trauma seseorang.

PTSD dapat memengaruhi orang-orang yang pernah mengalami perang, penyiksaan, pemerkosaan, kecelakaan lalu lintas, atau situasi lain yang membuat mereka merasa hidup dalam bahaya. Trauma menjadi bagian dari kehidupan banyak orang, di mana lebih dari 70% dari kita akan menghadapi setidaknya satu peristiwa traumatis dalam hidup.

Meskipun kebanyakan orang tak mengalami PTSD setelah trauma, tetapi sebagian orang lainnya mengalami kondisi ingatan yang mengganggu, kilas balik, dan mimpi buruk—yang merupakan gejala klinis utama PTSD.

Ada sejumlah penelitian yang mengaitkan tetris dengan PTSD. Misalnya, penelitian yang dilakukan psikolog dari Universitas Oxford pada 2009, yang diterbitkan di jurnal PLOS One. Para peneliti menayangkan film berisi gambar-gambar traumatis cedera dari berbagai sumber, termasuk iklan yang menyoroti bahaya mengemudi dalam keadaan mabuk kepada 40 relawan sehat.

Fandy Hutari Reporter
Fandy Hutari Editor

Tag Terkait

Berita Terkait