Di era ketika layar menjadi bagian dari keseharian anak-anak, kekhawatiran orang tua kian seragam: apakah dunia digital sedang mencuri kemampuan fokus generasi baru? Sejumlah riset menunjukkan ada keterkaitan antara aktivitas bermain game dengan attention deficit hyperactivity disorder (ADHD).
Terlalu sering bermain game pada anak-anak bisa memicu gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas. Begitu pula sebaliknya, anak-anak yang mengidap ADHD cenderung jadi gamer lantaran karena dunia digital lebih mudah ditangkap oleh otak mereka.
Riset terbaru yang dilakoni Laura Masi dan tim peneliti dari Kanada menemukan korelasi yang mengkhawatirkan antara anak dengan ADHD dan video game. Riset itu sudah dipublikasikan di Jurnal Research Gate, beberapa pekan lalu.
Dalam penelitiannya, Masi cs melibatkan anak-anak berusia 4 hingga 12 tahun — guna menelusuri pola penggunaan gim, durasi bermain, tingkat kecanduan, serta pengaruh usia dan jenis kelamin. Total 280 anak berpartisipasi dalam riset tersebut.
Para partisipan dibagi dalam tiga kelompok berbeda. Pertama, kelompok ADHD. Kedua, kelompok kontrol klinis atau anak dengan kondisi psikiatris lain. Terakhir, kelompok kontrol komunitas atau anak tanpa diagnosis klinis.
Setiap anak diwakili oleh salah satu orang tua yang mengisi kuesioner rinci tentang kebiasaan bermain anak mereka. Pengumpulan data dilakukan antara Desember 2016 hingga Agustus 2018 di Montreal, Kanada.
"Hasilnya cukup mengkhawatirkan. Anak dengan ADHD menunjukkan tingkat kecanduan terhadap gim video yang lebih tinggi dibandingkan anak tanpa ADHD — dengan skor kecanduan rata-rata 1,10 pada kelompok ADHD, berbanding 0,68 pada kelompok kontrol komunitas," jelas Masi cs.
Menurut para peneliti, anak yang mengidap ADHD cenderung menghabiskan waktu bermain lebih lama dalam bermain video game. Analisis lanjutan memperlihatkan bahwa semakin parah gejala ADHD, semakin tinggi kecenderungan anak mengalami perilaku bermain berlebihan.
"Bagi anak dengan ADHD, gim video bukan sekadar hiburan — tapi bisa menjadi pelarian yang terlalu mudah, ruang aman yang perlahan-lahan menjerat," ujar dia.
Psikolog asal Chicago, Andrew Fishman membenarkan terlalu banyak waktu di depan layar, kata Fishman, membuat anak kehilangan kesempatan melatih fokus melalui aktivitas lain, seperti membaca buku atau belajar alat musik.
"Hasilnya tak sesederhana karena terlalu sering main. Salah satu hipotesis menyebut, gim video terlalu seru—hingga segala hal di luar itu terasa menjemukan. Sekolah, PR, bahkan guru pun tampak kalah menarik dibandingkan dunia digital yang penuh misi dan poin kemenangan," jelas seperti Fishman dikutip dari Psychology Today, Senin (20/10).
Faktor lain bisa ikut berperan: jenis kelamin (anak laki-laki tiga kali lebih sering didiagnosis ADHD), depresi, atau kurang tidur. "Semua itu memengaruhi kemampuan konsentrasi sekaligus durasi bermain gim," kata dia.
Fishman mencontohkan sejumlah riset sebagai rujukan. Salah satu riset berbasis survei yang digelar terhadap 3.000 remaja di Singapura menemukan korelasi tipis antara waktu bermain gim dan gejala impulsivitas mirip ADHD.
"Namun, hasil ini lemah karena bergantung pada penilaian diri sendiri—dan banyak penelitian membuktikan manusia cenderung keliru menaksir waktu yang mereka habiskan di depan layar," jelas dia.
Tak berefek signifikan?
Studi lain malah menunjukkan hasil sebaliknya. Dalam sebuah tes atensi, 85 gamer justru memiliki respons lebih cepat dan akurat. Mereka lebih fokus membedakan simbol yang muncul di layar.
Tapi, lagi-lagi hasil riset itu bias. Pasalnya, tesnya menggunakan layar dan kontroler—konteks yang sangat akrab bagi gamer. "Jadi, apakah mereka memang lebih fokus, atau sekadar lebih terlatih pada situasi seperti itu?" tanya Fishman.
Penelitian ketiga terhadap 600 anak di Texas menyimpulkan hal lain: masalah perhatian lebih banyak dipengaruhi kecemasan dan stres, bukan video game. Waktu bermain gim atau menonton TV nyaris tak punya efek signifikan terhadap nilai sekolah maupun kemampuan fokus.
Kesimpulannya? Rangkaian penelitian ini mengerucut pada satu hal: waktu bermain gim tampaknya tidak banyak memengaruhi rentang perhatian. Namun, ada catatan penting: efek layar bisa berbeda untuk anak di bawah empat tahun. Beberapa studi menunjukkan paparan televisi sebelum usia empat tahun berkaitan dengan masalah perhatian di usia tujuh.
"Karena itu, waktu terbaik bagi balita adalah waktu tanpa layar—bermain bebas, menumpuk balok, atau sekadar berimajinasi dengan orang tuanya. Kalau pun ingin mengenalkan layar, pilihlah tontonan berkualitas," jelas dia.