Yang bercerai saat pandemi: Antara kesulitan ekonomi dan KDRT

Di beberapa daerah, perceraian banyak diajukan saat pandemi. Namun, apakah hal itu terkait langsung dengan pandemi Covid-19?

Ilustrasi perceraian. Alinea.id/Dwi Setiawan.

Siang itu, Siti Rohani tengah menunggu antrean di ruang tunggu Pengadilan Agama Jakarta Barat, Kembangan, Jakarta Barat. Ditemani kakaknya, perempuan berusia 40 tahun tersebut bertujuan mengajukan cerai gugat terhadap suaminya, Ahmad Sulaeman.

Rohani dan Ahmad sudah menikah sejak 2003. Pernikahan mereka menghasilkan tiga anak, yang kini duduk di bangku kelas 1 SMP, 6 SD, dan 3 SD. Rohani menyebut, suaminya yang berprofesi sebagai tukang ojek sudah tidak menafkahi Rohani dan anak-anaknya, sejak setahun mereka menikah.

Ia kemudian membulatkan tekad menceraikan suaminya. Rohani, yang bekerja sebagai seorang pelayan di sebuah pasar swalayan merasa tak kuat lagi menanggung segala biaya kebutuhan ekonomi rumah tangganya seorang diri. Kesabaran Rohani benar-benar sudah pupus.

“Sabar ya sabar, tetapi kan ada batasnya,” kata Rohani saat berbincang dengan reporter Alinea.id, Rabu (2/9).

Sementara itu, seorang pengacara Putu Gede Sastranada, tengah mendampingi kliennya, seorang perempuan yang hendak menggugat cerai suaminya. Putu menjelaskan, kliennya mengajukan cerai karena suaminya telah tiga bulan mengurangi jatah uang bulanan untuk kebutuhan keluarga.