Islam Jawa dan wangsit Pangeran Diponegoro di bulan puasa

Sebelum Perang Jawa pecah, Pangeran Diponegoro menerima wangsit selama bulan Ramadan yang membuatnya percaya ia adalah Ratu Adil.

Lukisan Penangkapan Diponegoro karya Raden Saleh. /Wikipedia.org.

Di dalam bukunya, Kuasa Ramalan: Pangeran Diponegoro dan Akhir Tatanan Lama di Jawa, 1785-1855 (2012) sejarawan asal Inggris Peter Brian Ramsey Carey atau yang dikenal Peter Carey menulis, unjuk gigi keahlian pasukan Jawa yang dipertontonkan dalam garebek puasa bukan sekadar ritual pamer kekuatan. Sebab, tak lama setelahnya, Sultan memutuskan untuk meningkatkan kekuatan dan kesiagaan militer.

Garebek dan sintesis mistik

Peter menuturkan, garebek puasa di lingkungan keraton dirayakan dengan meriah. Bahkan, Pangeran Diponegoro antusias ikut perayaan itu.

“Pangeran Diponegoro sendiri bilang bahwa dirinya sangat enggan pergi ke keraton, tetapi ia pasti hadir kalau ada garebek, baik garebek maulid maupun garebek puasa. Walaupun menurut dia itu suatu dosa, sebab tidak sesuai dengan norma Islam,” tutur Peter Carey saat dihubungi reporter Alinea.id, Senin (14/5).

Garebek dirayakan dengan tumpengan dan ambengan—atau disebut pula gunungan. Gunungan diangkat dan dibawa dari keraton, melewati serangkaian prosesi. Sultan bersama sejumlah prajurit keraton mengantarnya kepada penghulu untuk diberi berkah doa, sebagai selamatan pada hari peringatan Islam.