Jalan panjang dangdut agar diakui UNESCO

Rhoma Irama berjuang mengajukan dangdut untuk diakui sebagai warisan budaya tak benda UNESCO.

Rhoma Irama (kiri) melakukan konser dengan grup Dangdut Cowboys asal Pittsburgh, Amerika Serikat dalam serangkaian tur memeriahkan peringatan 70 tahun hubungan bilateral Amerika Serikat dan Indonesia pada 15 Maret 2019./Foto Erik A. Kurniawan, Andrie Darmawan, dan Rifky Suryadinata/U.S. Embassy Jakarta/commons.wikimedia.org

Pada Senin (11/12), musikus dangdut Rhoma Irama melakukan jumpa pers di kawasan Daan Mogot, Jakarta Barat. Dalam jumpa pers tersebut, pria berjuluk Raja Dangdut itu mengungkapkan keinginannya agar musik dangdut tercatat sebagai warisan budaya tak benda The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO).

Menurut Rhoma, dangdut adalah musik yang sangat diminati. Maka, sepantasnya dijadikan warisan budaya tak benda Indonesia yang diusulkan ke UNESCO. Usulan ke UNESCO itu sepenuhnya sudah siap, hanya tinggal menunggu persetujuan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek).

Hari itu, Rhoma juga mengumumkan perubahan nama Persatuan Artis Musik Melayu Dangdut Indonesia (PAMMI) menjadi Persatuan Artis Musik Dangdut Indonesia (PAMDI), dalam musyawarah nasional luar biasa. Perubahan nama organisasi yang dipimpin Rhoma itu atas saran dari Mendikbud Ristek Nadiem Makarim, terkait diusulkannya dangdut sebagai warisan budaya tak benda Indonesia ke UNESCO.

Peneliti musik dangdut Michael Haryo Bagus Raditya menyambut baik diusulkannya dangdut masuk warisan budaya tak benda UNESCO.

“Karena dengan mengajukan dangdut, tentu dapat mengejawantahkan jika kebudayaan bukan hanya produk yang adiluhung dan berasal dari kerajaan saja,” kata Michael kepada Alinea.id, Sabtu (16/12).