Menyikapi tingginya angka pengangguran generasi Z

Berdasarkan sakernas BPS pada Agustus 2023, generasi Z usia 15-24 tahun menyumbang jumlah pengangguran terbuka tertinggi.

Sejumlah calon pelamar kerja melamar pekerjaan pada Job Fair di Gedung Sukapura, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Jumat (19/10/2018). Foto Antara/Adeng Bustomi.

Muhammad Bayu Adiprakasa, 25 tahun, mengaku sudah menganggur selama setahun. Pria lulusan ilmu komunikasi di sebuah universitas swasta di Jakarta itu masih berusaha mencari pekerjaan lewat jobfair atau bursa kerja, media sosial, atau aplikasi pencari kerja. Namun, hingga kini belum ada perusahaan yang menerimanya bekerja.

“Pemerintah belum cukup sih untuk menanggulangi masalah lapangan pekerjaan ini karena kayaknya (pengangguran) malah naik tiap tahun,” kata Bayu kepada Alinea.id, Senin (12/2).

Sementara Natalia Michelle, 24 tahun, mengaku sudah menganggur sejak 2022. Lulusan prodi hubungan internasional dari kampus swasta di Jakarta itu mencari pekerjaan lewat aplikasi pencari kerja dan media sosial. Ia pun menerangkan hambatannya mencari pekerjaan selama ini.

“Standar minimal (pengalaman) bekerja, kayak dua tahun gitu. Terus juga lokasi penempatan sama bayaran yang enggak sesuai,” ujar Natalia, Senin (12/2).

“Kayak dulu, waktu kerja di bagian media sosial juga kerja balas-balas chat, terus bantu packing produk, bantu live shopping di TikTok gitu, yang sebenarnya sudah di luar jobdesk pas lamar (kerja) dulu.”