Menyoal pemblokiran media sosial

Pro kontra mengiringi pemblokiran Tumblr. Pihak yang pro menggunakan dalih moralitas dan keamanan. Yang menolak mengkritisi formula hukum.

Ilustrasi platform media sosial dewasa ini./ Pixabay

Baru-baru ini media sosial Tumblr diblokir Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), setelah sebelumnya pada 2016 juga sempat dibredel. Penebaran konten pornografi disinyalir jadi alasan yang mendasari langkah Kominfo.

Platform yang berdiri pada 2007 itu tak sendirian diblokir. Sejumlah situs microblogging lain juga pernah mengalami hal serupa. Alasannya beragam, mulai dari penyebaran konten asusila hingga gagasan radikalisme dan terorisme. Mereka antara lain Telegram, Vimeo, Reddit, Imgur, dan 4chan.

Dirjen Aplikasi Informatika Kominfo Samuel Abrijani Pangerapan menjelaskan, pemblokiran merupakan salah satu amanat UU dan Peraturan Menteri yang disahkan pada 2014. Dilansir dari laman resmi Kominfo, ia menegaskan, negara akan selalu di garda depan dalam pembersihan konten yang membahayakan dan mengancam masyarakat.

Hal ini menuai respons dari sejumlah pemerhati internet. Peneliti ELSAM Wahyudi Djafar dalam keterangan tertulisnya beberapa waktu lalu mempermasalahkan landasan hukum di balik aksi pemblokiran konten internet. Pemblokiran sendiri diwadahi Peraturan Menteri Kominfo Nomor 19 Tahun 2014 tentang Penanganan Situs-situs Internet Bermuatan Negatif. Permen ini, tulisnya, mewajibkan seluruh penyedia layanan internet (ISP) di Indonesia untuk memblokir konten yang masuk daftar hitam Trust+ (positive), sebuah database yang dikelola Kominfo.

Selain mengacu pada database Trust+, publik juga diberi ruang untuk melakukan pemblokiran, sehingga kian memperbesar ketidakpastian hukum dalam urusan ini. Perkara kesewang-wenangan yang mungkin muncul dalam pemblokiran internet itu menuai polemik tersendiri. Menurut Wahyudi, ketentuan dalam Permen tersebut tak selaras dengan Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 tentang kebebasan berekspresi.