“Jika merasa kesepian, kita mungkin lebih cenderung melihat diri sebagai beban atau merasa tak punya banyak yang bisa ditawarkan."
Sebuah studi baru yang dipublikasikan di jurnal Psychophysiology mengungkap, orang yang merasa kesepian cenderung menilai kontribusi mereka dalam hubungan secara lebih negatif—terutama dalam hubungan keluarga. Menariknya, peneliti menemukan, fungsi jantung saat istirahat, khususnya variabilitas detak jantung frekuensi tinggi (high-frequency heart rate variability/HF-HRV), dapat sedikit meredam penilaian negatif ini. Hal ini mengisyaratkan adanya mekanisme fisiologis yang mungkin mendukung ketahanan sosial seseorang.
Kesepian sering disalahartikan sebagai sekadar sendirian. Padahal, kesepian adalah perasaan subjektif kalau hubungan sosial kita kurang memuaskan, baik secara kualitas maupun kuantitas. Sebaliknya, isolasi sosial adalah kondisi objektif ketika seseorang jarang berinteraksi dengan orang lain—yang bisa saja tidak menimbulkan rasa terganggu.
Kesepian berfungsi seperti alarm psikologis yang memberi sinyal adanya ancaman atau kehilangan hubungan sosial. Rasa ini biasanya meningkatkan kepekaan terhadap isyarat sosial, terutama tanda penolakan atau konflik. Pada sebagian orang, kepekaan ini dapat mendorong mereka untuk kembali menjalin koneksi. Namun pada yang lain, justru memicu penarikan diri dan memperdalam rasa terasing.
Walau kesepian sering dikaitkan dengan kesehatan mental dan fisik yang buruk, respons setiap orang bisa berbeda. Ada yang mampu menghadapinya tanpa terjebak stres berkepanjangan.
“Kesepian dan dukungan sosial biasanya dilihat dari apa yang kita terima dari orang lain. Namun kami penasaran, apakah ketika merasa kesepian, orang juga menilai dirinya kurang memberi perhatian pada hubungan yang mereka miliki?” ujar pengajar ilmu sosial di Universitas Chicago yang merupakan salah seorang peneliti dalam studi ini, Emily Kent, dikutip dari PsyPost.