Pengakuan si penderita bipolar

Dengan menyebut bipolar itu hanya berada di kepala, sama halnya dengan meremehkan dan merendahkan kemampuan bertahan para penyintasnya.

Ilustrasi gangguan psikologi bipolar./ Pixabay

Sampai pada Agustus tahun lalu, mood atau suasana hati Anugrah Bagus Pekerti masih baik-baik saja. Ia masih bekerja dengan baik di kantor konsultan tempatnya bekerja dan masih periang. Hingga datanglah bulan September dan seketika ia berubah depresif.

Bagus, sapaan akrabnya, mulai merasa tidak semangat bekerja, kurang motivasi, selalu ingin tidur, dan merasa tidak memiliki energi. Ia lalu memutuskan untuk menemui psikolog. Oleh psikolognya, ia didiagnosis memiliki indikasi depresi dan menyarankannya menemui psikiater.

Psikiater lalu memberikan obat antidepresan. Baginya, obat tersebut lumayan efektif mengurangi depresi. Namun, tetap saja depresinya tak menghilang hingga Januari 2018. Di bulan tersebut, suasana hatinya berubah total. Bagus menjadi penuh semangat dan energi.

“Saya mania itu sekitar satu bulan, semangat banget. Nah, setelah ada mania itu deh baru kita bisa didiagnosis jadi bipolar. Kalau depresi doang belum bisa didiagnosis bipolar,” kata Bagus saat ditemui Alinea di kawasan Gandaria, pekan lalu.

Bipolar merupakan gangguan mental yang menyebabkan pergantian suasana hati secara ekstrem seperti yang dialami Bagus. Terdapat dua episode dalam gangguan bipolar, yaitu episode depresi dan mania.