Persekusi pelakor dari kacamata feminisme

Media massa dan kanal media sosial gaduh memberitakan isu pelakor. Bagaimana kelompok feminis merespon ini dari kacamata mereka?

Kelompok perempuan yang saling mendukung perempuan lain./ Pixabay

Seorang perempuan berkerudung merah terduduk lesu, kedua tangannya terlipat rapat. Sementara uang kertas pecahan lima puluh ribu dan seratus ribu terus menghujani dirinya. “Kamu butuh apa dari suami saya? Duit? Ini duit, harga dirimu saya beli, Mbak Nila. Janda pelakor, teman saya sendiri jadi pelakor,” umpat Ovi (dalam bahasa Jawa), sembari menghamburkan uang.

Yang dipanggil Nila terus terdiam, di seberangnya, Dendy suami Ovi juga bungkam. Nila dituding menjadi selingkuhan Dendy, dengan motif ekonomi. Demikian cuplikan video berdurasi tiga menit yang terbaca dari akun Instagram @lambe_turah, yang sepekan terakhir viral.

Video pelabrakan dan pengungkapan informasi perselingkuhan bukan kali ini saja terjadi. Sebelumnya, media sosial dan sejumlah media massa riuh memberitakan video pelabrakan artis Jennifer Dunn. Pelaku pelabrakan, Shafa Harris geram akibat kasus perselingkuhan yang menyeret Dunn dan ayah kandung Shafa.

Sebelas dua belas dengan dua kasus tersebut, pemain sinetron Nadya Almira juga pernah membeberkan kasus perselingkuhan suaminya di platform serupa. Demikian halnya dengan Lioni, dokter kandungan dari Sumatera Barat yang pernah membongkar perselingkuhan suaminya, yang kemudian diangkat jadi objek berita di sejumlah media daring seperti Detik dan Tribun.

Apakah drama perselingkuhan selesai sampai di pembeberan informasi? Tidak, sebab belakangan ada tren di mana warganet menganggap berita perselingkuhan sebagai kue yang lezat. Alhasil kue itu dibagi-bagikan ke semua kanal.